Find Us On Social Media :

Panglima Militer AS Frustasi Google Lebih Mesra dengan Tiongkok

By Adam Rizal, Selasa, 11 Desember 2018 | 16:30 WIB

A Chinese flag flies over the company logo outside the Google China headquarters in Beijing on January 14, 2010. Google vowed to stop bowing to Chinese Internet censors and risk banishment from the lucrative market, in protest against

Saat ini Amerika Serikat (AS) sedang terlibat perang dagang dengan Tiongkok terkait kenaikan tarif pajak produk.

Selain itu, pemerintah AS juga mulai membatasi dan melarang perusahaan asal AS untuk menjalin bisnis dengan perusahaan asal Tiongkok seperti Huawei

Namun, peringatan pemerintah AS pun tidak sepenuhnya dipatuhi oleh perusahaan swasta AS yang masih bekerjasama dengan perusahaan asal Tiongkok.

Bahkan, seorang Jendral Amerika Serikat mengkritisi Google Alphabet Inc yang lebih tertarik bekerjasama dengan perusahaan asal Tiongkok daripada harus menjalin bisnis dengan Pentagon (Kementerian Pertahanan AS).

Padahal, bekerjasama dengan perusahaan asal Tiongkok memiliki resiko besar terkait regulasi, kebebasan dan privasi keamanan.

"Kami adalah orang-orang baik dan kami tidak mengerti kenapa perusahaan ini (Google) mau berkompromi untuk memajukan kepentingan bisnis di Tiongkok. Padahal, kebebasan mereka tertahan dan Tiongkok akan mengambil kekayaan intelektual dari perusahaan," kata Jenderal Marinir Joseph Dunford (Ketua Kepala Staf Gabungan Keamanan) seperti dikutip Reuters.

Sebelumnya, CEO Google Sundar Pichai mengatakan Google telah berinvestasi di Tiongkok selama bertahun-tahun dan akan terus melakukannya.

Namun, Google sangat terbuka untuk menjalin bisnis dengan perusahaan atau instansi mana pun termasuk pemerintah AS seperti pengerjaan proyek-proyek perawatan kesehatan, cybersecurity dan bidang lainnya.

Pernyataan Pichai itu, bertolak belakang dengan fakat di lapangan bahwa Google mundur dari proyek pengadaan solusi cloud computing Pentagon yang bernilai USD10 miliar karena Google menilai proyek Pentagon bertabrakan dengan bentuk dan visi bisnisnya.

Juni lalu, Google tidak akan memperbarui kontrak untuk membantu militer AS dalam pengadaan perangkat untuk menganalisis citra udara tak berawak.

Program pertahanan yang bernama Proyek Maven itu memicu perselisihan di dalam Google, karena karyawan menentang teknologi Google yang digunakan dalam peperangan.

Yang menjadi kontroversial, Google mengembangkan mesin pencari sensor khusus untuk pengguna di Tiongkok di waktu bersamaan. Inilah yang membuat para petinggi militer AS mempertanyakan rasa nasionalisme Google.