Perusahaan operator seluler Indosat Ooredoo mengaku masih belum mengkaji untuk mengikuti lelang frekuensi 2,3 GHz yang dulu dimiliki PT. Jasnita Telekomindo. Frekuensi ini dikembalikan ke pemerintah setelah Jasnita tidak melakukan kewajiban pembayaran.
"Kita masih coba berhitung (frekuensi) 2,3 GHz, berapa biaya dan benefitnya buat kita. Kita coba memanfaatkan apa yang kita punya, tapi setiap peluang frekuensi baru kita pasti coba nilai, tapi keputusannya kita pertimbangkan dulu," ujar Joko Riswandi, Division Head RAN/Access NSAS saat ditemui di kantor pusat Indosat Ooredoo di Jakarta.
Ia juga mengatakan bahwa pihaknya menunggu lelang frekuensi yang dilakukan pemerintah dan melihat populasi pengguna yang menggunakan jaringan di frekuensi tersebut.
"Jadi biar kita bisa melihat sinerginya roadmap-nya jadi gak terkotak-kotak, karena kalau kita beli frekuensi kan kita harus bayar OPEX (red-biaya operasional). Jadi masih hitung-hitungan", imbuh dia.
Soal blok yang ditinggalkan, Jasnita memiliki alokasi 5 MHz yang beroperasi di wilayah Sulawesi Utara. Jasnita, diketahui belum melunasi Biaya Hak Penggunaan (BHP) sebesar Rp 2,19 miliar sejak tahun 2016-2017.
Masalah penunggakan ini terkuak bersama dengan kasus yang menimpa First Media dan PT Internux (Bolt), di mana kedua perusahaan tersebut menunggak biaya sebesar Rp 364,84 milir dan Rp 343,57 miliar secara berurutan.
Akibat penunggakan tersebut, Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencabut frekuensi 2,3 GHz milik Jasnita. Frekuensi ini telah dikembalikan pihak Jasnita kepada Kominfo.
Beberapa operator disebut mulai tertarik untuk melirik blok bekas Jasnita di Sulawesi Utara. Akuisisi frekuensi bisa didapatkan melalui proses pelelangan yang digelar pemerintah.