Pemerintah Negara Bagian California, Amerika serikat (AS) akan memberlakukan pemungutan pajak dari setiap pesan singkat atau sms yang terkirim warganya. Tentunya, kebijakan itu akan membuat tarif SMS merangkak naik.
Sebelumya, pemerintah AS juga telah memberlakukan kebijakan yang sama pada 1990an dengan memberlakukan biaya tambahan pada semua pengguna ponsel. Pungutan pajak itu ditujukan untuk membantu warga berpenghasilan rendah.
Saat ini pengguna sangat jarang melakukan panggilan suara dan lebih banyak mengirimkan pesan atau meninggalkan voice note.
Sebaliknya, anggaran untuk mendukung warga berpendapatan rendah telah meningkat sebesar 50 persen.
Dengan memungut pajak pesan teks, Pemerintah Negara Bagian California dapat membantu meningkatkan pendapatan hingga USD 44,5 juta per tahun dan pengembangan konektivitas bagi penduduk yang kurang mendapatkan akses jaringan telekomunikasi seperti dikutip Engadget.
Tentunya, pajak itu hanya akan berlaku untuk pesan teks atau SMS dan tidak berlaku untuk layanan pesan instant seperti iMessage, WhatsApp, Messenger, Line, dan Telegram.
Biaya tambahan baru yang diusulkan oleh California Public Utilities Commission (CPUC) ini tidak akan membebankan pajak pada setiap pesan singkat yang dikirim.
Pajak akan dibebankan kepada tagihan seluler bulanan yang mencakup biaya pesan singkat. Sebab, sebagian besar operator menawarkan opsi biaya flat untuk mengirim pesan singkat, dan biasanya diikat dengan tagihan telepon juga.
Komisi akan melakukan pemungutan suara terkait kebijakan ini pada 10 Januari 2019. Dipastikan komisi akan menghadapi perlawanan kuat dari industri seperti CTIA, yang mewakili AT & T Mobility, Sprint, dan T-Mobile.
CTIA juga menganggap proposal akan menciptakan ketidakadilan antara operator penyedia jaringan dengan penyedia layanan pesan instan seperti WhatsApp, iMessage, dan Skype.
"Menerapkan lalu lintas pesan teks operator nirkabel ke biaya tambahan yang tidak dapat diterapkan ke bagian terbesar dari pesan lalu lintas dan penyedia pesan, tidak masuk akal, antikompetitif, dan berbahaya bagi konsumen," kata CTIA.