Find Us On Social Media :

Demi Privasi, Hati-hati Menggunakan Aplikasi Prakiraan Cuaca

By Wisnu Nugroho, Sabtu, 5 Januari 2019 | 20:05 WIB

Aplikasi prakiraan cuaca ternyata melanggar privasi

Setiap aplikasi prakiraan cuaca akan meminta izin (permission) untuk mengakses lokasi pengguna. Sekilas memang masuk akal, karena pengguna tentu ingin mendapatkan prakiraan cuaca yang sesuai dengan posisinya. Akan tetapi, izin mengakses lokasi ini ternyata bisa disalahgunakan untuk “memata-matai” pengguna.

Fakta inilah yang muncul berdasarkan tuntutan Pemerintah Los Angeles terhadap aplikasi The Weather Channel. Aplikasi cuaca paling populer ini, dengan jumlah pengguna aktif mencapai 45 juta per bulan, dituduh telah menyalahgunakan akses lokasi pengguna tersebut untuk kegiatan bisnis yang tidak berkaitan dengan cuaca. Lokasi pengguna The Weather Channel kabarnya dijual ke pihak ketiga, seperti pemasang iklan, pemilik toko, atau perusahaan yang ingin mendapatkan gambaran perilaku pengguna.

Pemerintah Los Angeles melakukan tuntutan karena menganggap The Weather Channel tidak menyebutkan fakta tersebut secara terbuka kepada konsumen. Hal ini dianggap melanggar Unfair Competition Law yang berlaku di negara bagian California.

Yang menarik, The Weather Channel lebih terbuka pada konsumen di Uni Eropa. Saat meminta izin mengakses lokasi, aplikasi tersebut menjelaskan data yang dikumpulkan “dapat dibagi dengan partner”. Hal ini kemungkinan besar disebabkan adanya hukum GDPR yang akan memberikan sanksi berat bagi perusahaan yang lalai menjelaskan maksud pengumpulan data konsumen.

Inilah perbedaan jendela permission untuk konsumen AS (kiri) dan Uni Eropa. Hal ini karena konsumen Uni Eropa dilindungi oleh GDPR

Kasus The Weather Channel ini kembali mengingatkan “ganasnya” proses pengumpulan data yang dilakukan industri terhadap konsumen. Seperti pernah ditulis The New York Times, setidaknya ada 75 perusahaan digital yang saat ini aktif mengumpulkan data pengguna. Dari data tersebut, perusahaan bisa mengetahui secara detail informasi seorang individu, seperti lokasi rumah, kantor, sampai restoran langganan.

Dan semua itu terjadi tanpa disadari oleh konsumen. Konsumen mengira akses lokasi hanya digunakan untuk kepentingan mereka, padahal di balik itu data mereka dijual ke pihak ketiga.

Pihak industri sendiri beralasan, yang mereka pelajari hanya pola secara keseluruhan, bukan individu khusus. Akan tetapi, sangat mudah menyandingkan data dari berbagai sumber untuk secara tepat mengidentifikasi individu tertentu.

Pisau Bermata Dua

Sebenarnya, mengumpulkan data konsumen bisa dipahami jika itu bermanfaat bagi konsumen. Dalam konteks The Weather Channel, aplikasi bisa memberi notifikasi jika akan terjadi badai di lokasi pengguna. Akan tetapi, data tersebut juga berpotensi digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Bayangkan jika ada orang yang mengincar diri kita, dan mereka bisa mengetahui secara persis alamat rumah, kantor, atau sekolah anak kita.

Dan hal itu bisa terjadi karena tidak adanya sistem yang menjamin data pengguna hanya digunakan untuk kepentingan konsumen. Masyarakat Uni Eropa lebih beruntung karena mereka memiliki aturan GDPR yang mengikat pihak pengumpul data untuk bertanggung jawab atas data yang mereka miliki. Sayangnya di banyak belahan dunia lain, termasuk Indonesia, belum ada aturan seperti itu.

Alhasil, kini berpulang kepada kita sebagai pengguna untuk pandai-pandai menjaga data pribadi kita. Sayangnya hal itu juga sulit jika banyak aplikasi seperti The Weather Channel yang tidak terbuka atas penggunaan data konsumen.