Find Us On Social Media :

Demi Kesetaraan: Lima Teknologi yang Memudahkan Hidup Para Difabel

By Administrator, Minggu, 13 Januari 2019 | 08:57 WIB

Teknologi untuk Para Difabel

Saat ini teknologi berkembang dengan pesatnya. Dulu kita harus pergi ke wartel hanya untuk menelepon saudara jauh, namun kini kita bisa melakukan video call semudah menjentikkan jari. Dulu kita harus membawa peta jika ingin ke tempat yang asing, namun Google Maps atau Waze bisa memberi petunjuk ke mana pun kita ingin pergi. 

Akan tetapi, kemajuan teknologi memang tidak serta-merta dirasakan semua orang, seperti para difabel. Mereka yang memiliki kekurangan justru jarang tersentuh teknologi, yang akhirnya memperlebar jurang pemisah dengan mereka yang normal.

Untungnya, masih banyak pihak yang mengembangkan teknologi khusus untuk difabel. Berikut adalah lima teknologi yang masih dalam tahap pengembangan, namun diharapkan dapat meringankan beban para difabel.

Kursi Roda iBot

 

Kursi roda sudah lama sudah menjadi alat bantu bagi penyandang disabilitas, khususnya mereka yang lumpuh atau tidak memiliki kaki. Namun kursi roda biasa memiliki cukup banyak keterbatasan, misalnya hanya nyaman digunakan di tempat yang datar. Saat harus menaiki tangga, pengguna kursi roda tetap akan mengalami berbagai kesulitan.

Dean Kamen, seorang peneliti dan penemu yang menciptakan Segway, mengembangkan sebuah kursi roda yang dapat memanjat tangga dan diberi nama iBot. Karena memiliki kemampuan memanjat tangga, iBot haruslah seimbang. Keseimbangan iBot ini tentu saja dikembangkan dari keseimbangan yang ada pada Segway.

Lengan Robot DEKA

Lengan robot ini dapat membaca pikiran pengguna, sehingga mirip seperti memiliki tangan asli

Lengan robotik yang fungsional lagi-lagi merupakan hasil dari Dean Kamen dan timnya. Dalam pengembangan lengan robot yang diberi nama DEKA ini, Dean Kamen mendapatkan dana dari DARPA, bagian dari Departeman Pertahanan Amerika Serikat

Lengan robot DEKA bisa dikustomisasi sesuai kebutuhan penggunanya, serta terdiri dari beberapa modul. Alhasil, DEKA dapat disesuaikan dengan keadaan penggunanya, apakah dia hanya membutuhkan tangan, membutuhkan tangan dan lengan, bahkan sampai ke pundak.

Lengan robot ini memiliki banyak sensor untuk mengatur feedback yang akan diberikan padanya. Dengan adanya sensor itu, DEKA dapat menyesuaikan kuatnya genggaman sesuai “permintaan” pengguna.

Kaki Robotic BiOM

Alat robotik yang tersedia untuk para difabel bukan hanya tangan, melainkan juga kaki. Kali ini bukan dari Dean Kamen, melainkan Hugh Herr, seorang difabel yang kehilangan kedua kakinya karena kecelakaan.

Tidak berputus asa, Hugh Herr justru mengembangkan sebuah kaki palsu yang terdiri dari kombinasi logam, kayu, dan karet. Motivasi awalnya sebenarnya “sederhana”, supaya dia bisa melakukan hobinya memanjat tebing lagi.

Kini kaki robotik bernama BiOM tersebut sudah jauh lebih canggih lagi. BiOM memiliki sensor robotik yang bisa mereplikasi otot-otot kaki, serta memiliki sistem mekanis yang membuat pengguna bisa berjalan seperti layaknya menggunakan kaki sebenarnya.

Implan Koklea

Implan Koklea

Mereka yang memiliki disabilitas dalam wujud tunarungu pastilah akan sangat terbantu dengan implan Koklea ini. Implan Koklea bukanlah alat bantu dengar biasa yang digunakan seperti menggunakan earphone, melainkan “ditanam” di dalam telinga penggunanya.

Fungsi implan Koklea bukan sekadar memperkuat suara supaya bisa didengarkan oleh mereka yang lemah pendengarannya. Perangkat ini benar-benar menggantikan fungsi koklea di telinga bagian dalam.

Suara yang ada di sekitar pengguna ditangkap menggunakan satu mikrofon atau lebih, kemudian diubah menjadi sinyal digital dan dihantarkan ke implan Koklea. Implan inilah yang akan merangsang sistem saraf pendengaran hingga sampai ke otak dan diterima sebagai suara.

Kacamata OxSight

Jika berbicara tentang kacamata augmented reality, masih banyak orang yang mengaitkannya dengan game. Namun kacamata augmented reality ternyata juga bisa membantu mereka yang memiliki penglihatan kurang baik (low vision) atau bahkan tunanetra. Salah satunya adalah OxSight.

OxSight memang memiliki cara kerja mirip dengan augmented reality kebanyakan. OxSight menggunakan sistem kamera yang unik dan hasil tangkapannya diolah dengan algoritme khusus untuk mendeteksi dan memperjelas objek atau benda, dan memisahkannya dari latar belakang.

Saat ini ukuran dan bentuk OxSight masih cukup mencolok. Namun pengembangnya terus berusaha memperbaharuinya agar lebih pantas untuk digunakan sehari-hari.