Kementerian Komunikasi dan Informatika memasukkan usulan dari organisasi, termasuk Masyarakat Telematika Indonesia, dalam revisi Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PTSE) mengenai siapa yang wajib mendaftar terkait penyelenggaraan sistem elektronik untuk publik.
"Ini penting sekali karena masyarakat sudah melakukan transaksi elektronik tapi belum ada pedoman yang jelas," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan saat jumpa pers di kantor Ombudsman RI, Jakarta.
Melalu revisi terbaru, peraturan itu merinci siapa saja yang wajib mendaftar yaitu terutama mereka yang memiliki layanan yang bersifat ekonomis, salah satunya perdagangan.
Aturan itu berlaku bagi perdagangan yang berasal dari luar Indonesia untuk keperluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
PP PTSE juga akan mewajibkan perusahaan yang mengelola data pribadi untuk mendaftar, seperti yang sebelumnya sudah diamanatkan melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pemerintah juga akan mengubah istilah perusahaan over-the-top (OTT) menjadi "platform digital" agar tidak tertukar dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Revisi PP 82 juga memuat denda hingga miliran rupiah untuk penyedia platform meda sosial yang memuat konten yang tidak sesuai dengan peraturan di Indonesia.
"Dendanya akan dikenakan perkonten. Kami masih kalkulasikan," kata Semuel.
Revisi PP PTSE sejak akhir 2018 lalu memang menuai perdebatan karena organisasi tidak setuju mengenai aturan tentang lokasi data center yang dianggap akan merugikan ekosistem digital di Indonesia.
Revisi peraturan tersebut memuat aturan yang membolehkan data center berada di luar negeri, namun, data yang bersifat strategis wajib berada di Indonesia.
Aturan tersebut hingga saat ini belum disahkan, Semuel menyatakan Kementerian Kominfo sudah mengirimkan revisi terbaru pada 21 Januari lalu yang memuat usulan dari organisasi.
"Secara substansi, sudah siap semua," pungkasnya.