Find Us On Social Media :

Tips Pemerintah Supaya Startup di Indonesia Bisa Berstatus Unicorn

By Adam Rizal, Minggu, 10 Maret 2019 | 18:00 WIB

Bos Startup Teknologi asal Indonesia

Hampir setiap startup yang baru tumbuh dan berkembang di Indonesia mengharapkan untuk menyandang status unicorn. Unicorn sendiri adalah startup yang memiliki nilai valuasi di atas satu miliar dolar AS.

Saat ini Indonesia memiliki empat startup yang berstatus Unicorn yaitu BukaLapak, Tokopedia, GO-JEK dan Traveloka.

Pemerintah sebagai regulator pun terus mendukung dan menggenjot para startup yang ada untuk bisa meningkatkan level mereka menjadi Unicorn.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan salah kunci startup untuk menjadi unicorn adalah memiliki traksi (daya tarik). Daya tarik merupakan faktor utama bagi para perusahaan rintisan (startup) untuk segera naik kelas ke unicorn.

"Traksi bisa tercermin dari jumlah pengguna hingga pendapatan. Model bisnis startup itu bisa kita lihat dari traction, seberapa besar dan seberapa cepat dia merambah pasar. Jadi rambah pasar sebanyak-banyaknya itu kenapa ada unicorn Indonesia," ujar Rudiantara dalam acara talkshow #Kopitalkindonesia.

Kedua, perusahaan startup itu juga harus segera melakukan ekspansi di pasar Asia Tenggara untuk bisa merambah pasar dengan cepat.

"Membuka akses pasarnya di luar negeri di Asean itu untuk merambah pasar sebetulnya," kata Rudiantara.

Rudiantara mengatakan perusahaan startup juga harus memiliki pola pikir untuk menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat. Misal, GO-JEK yang memberikan solusi praktis bagi masyarakat.

"GO-JEK membuat ojek tidak pasif menunggu penumpang. Ojek secara aktif mencari penumpang yang telah memesan dengan lokasi yang jelas," ujarnya.

Rudiantara kemudian mengatakan startup juga harus memiliki model bisnis yang jelas dan bisa menyelesaikan suatu permasalahan masyarakat. Banyak founder dan co-founder startup yang langsung menjual saham ketika perusahaan baru sukses. Padahal model bisnis startup membuat para investor menuntut founder dan co-founder tetap berada di pucuk kepemimpinan.

"Kemudian ingin cepat kaya, di pikirannya saya bikin keluar berapa kemudian jual berapa, tidak bisa begitu karena owner (pemilik) yang betul, yang benar itu tidak keluar," kata Rudiantara