Find Us On Social Media :

BUMN Ini Usulkan Konsep National Warehouse Data Commodity ke Pemerintah

By Rafki Fachrizal, Rabu, 27 Maret 2019 | 01:00 WIB

Ilustrasi Logistik

Dalam acara iCIO Exchange 2019 yang digelar hari ini (26/03/19), BGR Logistics yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengusulkan konsep National Warehouse Data Commodity yang ditujukan untuk membantu pemerintah mendapatkan data komoditas yang akurat dan kredibel sekaligus mengelola gudang untuk komoditas tersebut.

“Dengan National Warehouse Data Commodity ini akan banyak memberikan manfaat kepada pemerintah dan pengguna jasa untuk mengeluarkan kebijakan berdasarkan data yang dikeluarkan dari sistem tersebut,” kata M. Kuncoro Wibowo selaku Direktur Utama, BGR Logistics.

Kuncoro mengungkapkan bahwa saat ini BGR telah Logistics telah membangun Warehouse Integrated Application (WINA) dan Fleet Integrated and Order Monitoring Application (FIONA).

“Aplikasi yang kami bangun bertujuan untuk membantu kebutuhan logistik pelanggan, dan siap dikembangkan menjadi National Warehouse Data Commodity,” terang Kuncoro.

Selain itu, Kuncoro menambahkan bahwa dengan aplikasi yang dibangun oleh BGR Logistics tersebut, nantinya dapat memantau pergerakan barang milik principal/pelanggan dan diawasi oleh kantor pusat melalui Command Center yang dimiliki BGR Logistics. “Semua pergerakan barang di gudang ataupun saat berada dalam proses distribusi termonitor oleh kami,” tambahnya.

Aplikasi logistik WINA dan FIONA yang dimiliki BGR Logistics, dijelaskan Kuncoro dapat diintegrasikan juga dengan aplikasi di pelabuhan milik Pelindo II ataupun otoritas pelabuhan, untuk mendukung sistem logistik nasional.

Pergerakan barang, sejak masuk kepelabuhan, hingga terdistribusi kegudang-gudang ataupun kepada end user akan termonitor. Dengan adanya sistem ini, para principal nantinya dapat fokus terhadap pengembangan bisnisnya masing-masing.

Masih Mahalnya Ongkos Logistik di Indonesia

Berdasarkan data penilaian 2 tahunan dari Logistic Performance Index (LPI) terhadap enam indikator, yakni LPI efisiensi proses di kepabeanan, kualitas infrastruktur, biaya pengiriman yang kompetitif, kompetensi dan kualitas jasa logistik, kemampuan melacak dan menelusuri dan waktu tempuh, Indonesia menempati posisi 46 di tahun 2018.

Meskipun meningkat signifikan dari posisi 63 di 2016, namun kinerja logistik Indonesia masih kalah dibanding Singapura yang ada di peringkat 7, Thailand 32, Vietnam 39, dan Malaysia di peringkat 41.

Berdasarkan hal tersebut, salah satu alasan kinerja logistik Indonesia masih berada diurutan yang tidak terlalu tinggi karena masih tingginya perusahaan yang menganggap ongkos logistik di Indonesia itu mahal.

Rico Usthavia Frans selaku Chairman iCIO Community, menjelaskan bahwa mahalnya ongkos logistik di Indonesia menjadi salah satu faktor rendahnya daya saing produk-produk Indonesia di pasar global. 

Rico menekankan akan pentingnya kesamaan visi dan langkah diantara para CIO untuk mendorong agar terbentuk industri logistik Indonesia yang cakap dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang merupakan salah satu faktor penting untuk memangkas ongkos logistik di Indonesia.

“Komitmen BGR Logistics melakukan transformasi melalui peningkatan pemanfaatan TIK dan menjadi perusahaan logistik berbasis digital akan menjadi tolak ukur pemanfaatan TIK, tidak saja di bidang logistik tapi bisa ditularkan keseluruh rantai pasok/supply chain. Dalam lingkup yang lebih luas, pemanfaatan TIK di berbagai bidang perlu menjadi menjadi agenda nasional untuk menjaga dan meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia di era digital,” imbuh Rico.