Huawei mencatat pendapatan senilai USD 107 miliar atau lebih dari Rp1.500 triliun dan jumlah laba tembus USD8,8 miliar, sekitar Rp125 triliun pada tahun lalu.
Kinerja Huawei cukup memuaskan, menyusul tekanan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya yang memboikot produksi Huawei.
Prestasi Huawei itu ditunjang oleh posisi Huawei sebagai vendor infrastruktur telekomunikasi terbesar di dunia dan pabrikan ponsel terbesar kedua di dunia seperti dikutip South Morning Post.
Pendapatan Huawei itu pun bergabung dengan perusahaan raksasa semacam Apple dan Google yang berhasil membukukan pendapatan tembus USD100 miliar.
Meskipun pendapatan di sektor bisnis telekomunikasi turun, Huawei beralasan itu disebabkan kenaikan anggaran di riset dan pengembangan.
"Penjualan flat di bisnis operator adalah karena 5G baru mulai. Kami mengharapkan lebih banyak digelarnya skala besar 5G di 2019," kata Guo Ping (Chairman Huawei).
Tentunya, tantangan utama Huawei tahun ini adalah kampanye negatif AS yang terus menfitnah Huawei sebagai ancaman keamanan dan berpotensi menjadi mata-mata pemerintah Tiongkok.
Inggris baru saja menyatakan bahwa perangkat Huawei punya celah keamanan yang belum juga diperbaiki walau hal itu tidak terkait dengan pemerintah Tiongkok. Huawei pun langsung memberi tanggapan.
"Laporan Inggris sekali lagi menyatakan perangkat Huawei tidak memiliki back door dan bahwa jaringan di Inggris tidak lebih rentan dibanding tahun sebelumnya," kata Guo.
"Inggris menaikkan persyaratannya untuk kami dan dewan direksi Huawei membuat keputusan memberi investasi awal senilai 2 miliar yuan untuk meningkatkan kapabilitas kami," pungkasnya.