Kini, perkembangan industri telekomunikasi sudah mulai memasuki era jaringan berbasis teknologi generasi kelima (5G). Berbeda dengan jaringan 4G, generasi terbaru jaringan ini dklaim mampu menghasilkan kecepatan 10 kali lebih cepat dibandingkan 4G dan memiliki tingkat latensi yang sangat rendah.
Meskipun jaringan 5G memiliki banyak keunggulan dibandingkan teknologi jaringan pendahulunya, nyatanya ada tantangan tersendiri yang harus dihadapi penyedia operator jaringan dalam implementasi teknologi ini. Pasalnya, teknologi 5G diprediksi akan membutuhkan lebih banyak energi daripada jaringan 4G.
Dalam acara Global Analyst Summit 2019 yang digelar di Shenzen, China, Peng Jianhua selaku Presiden Bisnis Energi Telekomunikasi Huawei, mengatakan, “Konsumsi daya sebuah situs pemancar jaringan 5G (BTS) akan lebih besar daripada 4G, sementara untuk memenuhi kebutuhan peningkatan kapasitas jaringan di era 5G tentunya akan membutuhkan banyak BTS. Otomatis hal tersebut akan berdampak terhadap meningkatnya penggunaan energi."
“Operator tentunya akan berhadapan dengan berbagai tantangan terkait pasokan daya, kapasitas perangkat pengubah arus dan baterai, distribusi listrik, dan sistem pendingin,” tambah Peng.
Lebih lanjut, Peng menjelaskan bahwa peningkatan jumlah perangkat yang terus bertambah dan penggunaan jaringan berfrekuensi tinggi juga akan turut memicu tingginya biaya perawatan dan sumber daya yang harus dikeluarkan operator.
“Solusi energi tradisional saat ini tentunya tidak dapat memenuhi kebutuhan akan implementasi jaringan 5G yang terjangkau dan cepat,” ujar Peng.
Untuk menjawab permasalahan tingginya konsumsi energi dalam implementasi 5G, Huawei menghadirkan solusi yaitu Huawei 5G Power. Solusi ini hadir dengan konsep rancangan ‘one site, one cabinet’ and ‘one band, one blade power’ guna menunjang implementasi jaringan 5G secara cepat.
“Huawei 5G Power berangkat dari ide tentang produk penyedia energi tunggal menjadi solusi cerdas end-to-end yang terintegrasi. Hal tersebut akan membantu para operator telekomunikasi dalam mengurangi emisi karbon dan bersama-sama mengemban tanggung jawab sosial untuk dunia yang lebih baik,” papar Peng.
Berdasarkan analisa perhitungan yang telah dilakukan pihak Huawei, solusi ini akan memberikan beberapa keuntungan tersendiri bagi penyedia operator jaringan. “Solusi ini akan memberikan keuntungan dalam hal Time To Market (TTM) jaringan 5G yang bisa dipercepat hingga 30%, biaya pemeliharaan situs pemancar 5G berkurang hingga 10-30 persen, serta biaya operasi keseluruhan akan lebih efisien hingga 40 persen,” tutur Peng.
Dengan hadirnya solusi ini, Huawei meyakini bahwa sinergi adalah arah baru untuk pemenuhan kebutuhan energi telekomunikasi di masa depan. Artinya, seluruh perangkat akan dikelola secara sinergis mulai dari pemasok daya, situs pemancar, jaringan, serta bisnisnya.
“Hal tersebut akan membantu operator untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi penggunaan energi yang tidak diperlukan,” pungkas Peng.
Sekedar informasi, perkembangan implementasi teknologi 5G sendiri akan berlangsung dengan cepat dalam tiga tahun ke depan. Saat ini, Huawei sendiri telah berhasil mengantongi 40 kontrak komersial 5G dan mengapalkan lebih dari 60.000 BTS 5G di seluruh dunia hingga April 2019 ini.