Sektor usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia memang memegang peranan penting pada perekonomian negara. Menurut Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, dalam lima tahun terakhir ini saja, kontribusi sektor usaha UMKM terhadap produk domestik bruto meningkat menjadi 60,34% dari jumlah sebelumnya yaitu sekitar 57,84%.
Pelaku UKM tentunya harus tanggap dalam menghadapi perubahan tren yang sangat cepat, tidak hanya di perubahan tren pasar namun juga perkembangan teknologi.
Adopsi teknologi digital yang maksimum dapat mendorong UKM untuk berinovasi dalam menghadirkan produk dan servis baru hingga peningkatan produktivitas proses bisnis.
Hal ini tentunya menjadikan transformasi digital pada bisnis UKM semakin krusial dan patut untuk diperhatikan.
Berdasarkan tahapannya, transformasi digital sendiri dibagi menjadi empat fase menurut CISCO APAC SMB Digital Maturity Index tahun 2019 yaitu sebagai berikut.
Fase pertama adalah Digital Indifferent, dimana bisnis sudah mulai tanggap terhadap perubahan pasar, namun belum memanfaatkan teknologi digital apapun.
Fase berikutnya adalah Digital Observer, yang merupakan fase dimana bisnis sudah mulai menggunakan teknologi digital secara taktis, dan lebih fokus pada proses otomatisasi untuk menghasilkan efisiensi.
Fase ketiga adalah Digital Challenger, yakni dimana bisnis sudah menggunakan teknologi digital secara strategis dan proses utama dalam pengoperasian bisnis sudah terotomatisasi dengan baik.
Puncaknya adalah fase dimana bisnis sudah didukung dengan kemampuan analitik yang mumpuni dan terotomatisasi secara keseluruhan dalam pengoperasian bisnisnya. Pada fase yang disebut dengan Digital Native ini, bisnis telah siap untuk menciptakan inovasi yang berkelanjutan dengan strategi digitalisasi yang terintegrasi.