Find Us On Social Media :

KPU Ungkap Indonesia Belum Siap Pemilu Elektronik, Ini Tantangannya

By Adam Rizal, Senin, 6 Mei 2019 | 16:30 WIB

Ilustrasi KPU

Sudah waktunya Indonesia mengadopsi sistem pemilihan umum (pemilu) berbasis elektronik (e-voting) karena menawarkan banyak efisiensi dan keamanan data. Apalagi, pemilu 2019 kali ini banyak petugas penyelenggara pemilu meninggal dunia saat bertugas.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengakui penggunaan perangkat canggih seperti sistem e-voting memang akan sangat efisien, tetapi Indonesia belum siap menggunakan sistem itu karena permasalahan infrastruktur.

"Setidaknya hingga lima tahun ke depan, sistem e-voting masih sulit diterapkan secara nasional. Sistem e-voting mengharus infrastruktur jaringan listrik dan internet yang baik," katanya.

Masalah lainnya, biaya pengadaan mesin e-voting sangat mahal karena negara yang menggunakan model pemilu e-Voting harus menyediakan minimal lima mesin per TPS. Saat ini jumlah TPS di Indonesia mencapai 810 ribu. Jika 1 TPS ditempatkan 3 mesin, setidaknya butuh 2,4 juta mesin.

"Jadi, jika 1 atau 2 mesin ngadat masih ada 2 mesin cadangan yang akan menggantikannya," ujarnya.

Solusinya, KPU bisa saja memperbanyak jumlah pemilih di satu TPS supaya sistem e-voting berjalan lancar. Masalahnya, kultur di Indonesia, biasanya TPS mendekati calon pemilih bukan sebaliknya. Berbeda dengan beberapa negara yang sudah maju demokrasinya, pemilih yang mendekati TPS.

Arief mengungkapkan beberapa negara maju justru mulai meninggalkan sistem e-voting dan proses pencoblosan kembali ke pola konvensional. Hanya saja saat proses penghitungan mereka menggunakan electronic accounting.

"Jadi ngitungnya elektronik. Vote (pemilihan) tetap biasa, tapi setelah itu accounting dengan mesin. Ada juga yang menggunakan rekapitulasi elektronik," kata Arief.

Sistem rekapitulasi elektronik itulah yang kini dilakukan oleh KPU dengan model SITUNG (Sistem Informasi Penghitungan Suara).

Namun jika memang e-voting mau diterapkan di Indonesia, Arief melanjutkan, hal itu bisa dimulai secara bertahap.

"Kita bisa mulai dari pilkada kabupaten/kota dahulu sambil menguji dan mengevaluasi apa plus-minusnya," katanya.