Find Us On Social Media :

Pemerintah Targetkan Palapa Ring Terintegrasi Sebelum 17 Agustus 2019

By Adam Rizal, Kamis, 9 Mei 2019 | 17:00 WIB

Proyek Palapa Ring Indonesia Tengah Sudah Rampung dan Siap Tawarkan Kecepatan Internet 30 Mbps

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara memastikan seluruh proyek Palapa Ring akan terintegrasi sebelum 17 Agustus 2019. Saat ini, progres konstruksi Palapa Ring Timur sudah mencapai 96 persen dan Palapa Ring paket Barat dan Tengah telah rampung.

"Paling lama Juli sudah selesai, sebelum 17 Agustus sudah terintegrasi ke seluruh Indonesia," kata Rudiantara di Jakarta.

Palapa Ring Timur dibagi menjadi dua subpaket. Pada Subpaket A, mencakup wilayah Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Barat. Sementara subpaket B, terdiri dari Jayapura, Timika, Merauke, dan Tanah Merah Boven Digoel.

Pengerjaan subpaket A telah mencapai 100 persen dan kini sedang dalam tahap uji coba. Sementara, subpaket B progresnya tinggal 6 persen lagi. Konstruksi fisik proyek palapa ring akan selesai pada Juli 2019 dan proses integrasi akan memakan waktu sekitar 28 hari.

Ada beberapa tantangan pembangunan infrastruktur Palapa Ring Timur. Pertama adalah kesulitan akses di wilayah gunung sehingga timnya sulit menarik fiber optic di sana. Dari 52 titik yang ada, timnya harus membangun transceiver gelombang mikro (microwave) sebab 28 titik di antaranya tidak memiliki jalan atau akses.

"Satu-satunya jalan melalui wilayah gunung tersebut adalah menggunakan helikopter. Lewat transportasi tersebut, dapat digunakan untuk membawa material, pekerja, sampai air galon untuk mengaduk semen," ujarnya.

Pada ketinggian 3.500 meter di atas permukaan laut (dpl) dan cuaca yang mencapai lima derajat, tim Palapa Ring Timur harus tetap bekerja untuk menyelesaikan proyek tersebut.

"Kami tidak akan menyerah," ujarnya.

Kedua, tantangan keamanan. Proyek Palapa Ring Timur juga melibatkan aparat keamanan TNI dan Polri di sejumlah titik yang rawan gangguan, khususnya di daerah pedalaman dan pegunungan di Provinsi Papua.

Ketiga, pengadaan tanah. Menurutnya, penggunaan tanah di wilayah Papua berbeda dengan di wilayah Jawa. Misalnya, ada tanah yang dianggap keramat oleh warga setempat, sehingga harus menempuh proses negosiasi adat terlebih dahulu.

"Jadi, ada yang sudah jadi (konstruksinya), tapi karena ada tanah keramat sehingga harus pindah lagi. Kemudian engineering-nya juga otomatis harus berubah," ujarnya.