Dalam usaha mengurangi beban jalan tol Cikampek, pemerintah saat ini mulai mengerjakan pembangunan jalur Jakarta-Cikampek II Selatan. Jalur sepanjang 64 km rencananya akan melintasi kawasan Sadang ke Jati Asih, sehingga arus kendaraan dari arah Bandung tidak perlu bergabung dengan arus kendaraan dari arah Cirebon.
Proyek ini mulai bergulir Januari 2019 kemarin, diawali dengan pemetaan area yang akan menjadi lokasi pembangunan. Yang menarik, Waskita Karya sebagai pelaksana proyek menggunakan drone (atau istilah resminya unmanned aerial vehicle) untuk melakukan pemetaan. Mereka menggandeng perusahaan asal Bandung, TerraDrone Indonesia, untuk memetakan area seluas 20 km persegi tersebut.
Implementasi Kian Luas
Kisah di atas bisa sedikit menggambarkan maraknya penggunaan drone oleh perusahaan Indonesia. Seperti diungkapkan Michael Wishnu Wardana (Managing Director TerraDrone Indonesia), drone kini menjadi alternatif menarik dalam mendapatkan data yang aktual dan faktual di lapangan. “Karena drone menawarkan kelebihan di sisi biaya, risiko, dan waktu yang dibutuhkan” ungkap pria yang akrab dipanggil Michael ini.
Sebelum kehadiran drone, ada beberapa cara dalam melakukan proses pemetaan. Ada yang menggunakan citra satelit, pesawat berawak, sampai pemetaan darat menggunakan orang. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri. “Citra satelit bisa memotret 50 ribu hektar, namun ketelitiannya rendah” cerita Michael. Sementara pemetaan darat akan menghasilkan tingkat ketelitian yang tinggi, namun membutuhkan waktu yang lama.
TerraDrone memiliki drone jenis fix wing (seperti pesawat kecil) dan rotor (seperti drone yang kita kenal selama ini) masing-masing sebanyak tiga buah.
Pemetaan berbasis drone bisa dibilang mengisi celah antara pesawat berawak dan pemetaan darat. Drone dapat memetakan area sekitar 1000-2000 hektar, dengan akurasi lebih tinggi dibanding pesawat berawak. “Karena posisi kamera lebih dekat dengan tanah” ujar Michael mengungkapkan alasannya. Sedangkan secara waktu, pemanfaatan drone juga lebih singkat. “Daripada mengirimkan orang bisa membutuhkan waktu dua bulan, dengan drone bisa cuma dua minggu” tambah Michael.
Michael menggarisbawahi, penggunaan drone tidak serta-merta menggantikan proses pemetaan menggunakan pesawat berawak maupun pemetaan darat. “Misalnya pemetaan 70 hektar hutan di Papua Barat, hal itu belum bisa dilakukan karena drone memiliki keterbatasan jangkauan” cerita Michael. Begitu pula jika perusahaan membutuhkan peta dengan kepresisian sangat tinggi; hal itu masih membutuhkan pemetaan darat.
Dengan kata lain, setiap pendekatan memiliki plus-minus sendiri. Drone lebih ideal untuk implementasi yang mengedepankan efisiensi biaya dan waktu pengerjaan.
Teknis Operasional Drone
Untuk pengerjaannya sendiri, proses diawali dengan menentukan kebutuhan dari proses pemetaan. Biasanya spesifikasinya menyangkut luar area, resolusi (seperti 4 cm per pixel), sampai akurasi (seperti tingkat akurasi tidak lebih dari satu meter). Jika klien tidak terlalu paham soal itu, tim TerraDrone akan membantu menentukan spesifikasi sesuai kebutuhan tersebut.
Ketika spesifikasi telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah perencanaan. Pada tahapan ini, yang paling penting adalah menentukan flight plan dari drone, termasuk menentukan lokasi peluncuran. Nantinya juga akan ada tim darat yang bertugas memasang beberapa titik panduan dari area yang akan difoto. Titik panduan ini berfungsi sebagai objek pembanding pemetaan darat dengan dari hasil foto drone.