Find Us On Social Media :

Berhasil Bikin Donald Trump Murka, Ternyata Begini Sejarah Huawei

By Rafki Fachrizal, Kamis, 23 Mei 2019 | 12:27 WIB

Markas besar Huawei di Dongguan, China

Siapa yang saat ini tidak mengenal Huawei? Huawei merupakan perusahaan pemasok perangkat jaringan telekomunikasi dan smartphone yang didirikan pada tahun 1987 oleh seorang mantan perwira militer, yakni Ren Zhengfei.

Perusahaan ini sendiri berkantor pusat di Shenzhen, Guangdong, China. Selain di Shenzen, Huawei memiliki kantor cabang di beberapa daerah lain di Cina seperti di Shanghai, Beijing, Nanjing, Xi’an, Chengdu, Dongguan, dan Wuhan.

Sedangkan untuk kantor pusat penelitian dan pengembangan (litbang), Huawei membangunnya di beberapa negara seperti di Swedia, Amerika Serikat (AS), India, Irlandia, dan Rusia.

Huawei sendiri adalah perusahaan privat yang sepenuhnya dimiliki oleh karyawan. Yang artinya, sebagian besar saham perusahaan dimiliki oleh karyawannya.

Baca Juga: Nasib Huawei di Ujung Tanduk, Gara-gara ARM Hentikan Kerjasama

Tercatat, jumlah karyawan Huawei yang ada kini mencapai 180.000 orang yang tersebar di seluruh dunia.

Saat ini, produk dan solusi Huawei digunakan di lebih dari 170 negara yang artinya telah melayani lebih dari sepertiga populasi di dunia.

Secara global, Huawei adalah penyedia perangkat jaringan telekomunikasi terbesar ketiga setelah Alcatel-Lucent dan Cisco. Sedangkan untuk smartphone, Huawei masuk dalam tiga besar merek smartphone dengan pangsa pasar terbesar di dunia, bersaing dengan Apple dan Samsung.

Berbicara soal perangkat jaringan, Huawei sendiri merupakan salah satu perusahaan pelopor di balik kehadiran teknologi 5G. Bahkan, perusahaan ini juga mengklaim telah mengantongi 40 kontrak komersial 5G dan mengapalkan lebih dari 60.000 BTS 5G di seluruh dunia.

Baca Juga: Sampai Kuartal Pertama Tahun 2019 Ini, Bisnis Huawei Terus Bertumbuh

Mulai Hadapi Permasalahan

Meski berhasil menjadi salah satu perusahaan sukses dan paling berpengaruh dalam perkembang teknologi, lantas hal itu tidak membuat Huawei terlepas dari permasalahan. 

Pada 2003, Cisco melayangkan gugatan hukum pertama pada Huawei. Kemudian pada 2010, perusahaan Motorola menuding Huawei mencuri rahasia dagangnya.

Meski demikian, untungnya kedua masalah tersebut tidak berpengaruh besar kepada bisnis Huawei.

Sehingga Huawei masih mampu bertahan hidup dengan mengandalkan pasar Uni Eropa dan Afrika yang cukup menggenjot pendapatan perusahaan kala itu.

Masalah besar yang dialami Huawei mulai dihadapi ketika tahun 2016, di mana pemerintah AS mencurigai Huawei telah mengapalkan produk asal Negeri Paman Sam ke negara Iran dan tindakan itu termasuk pelanggaran hukum ekspor.

Pemerintah AS pun mulai menunjukkan kekesalan dengan perusahaan asal Negeri Tirai Bambu Ini. Donal Trump (Presiden AS) memberikan perintah untuk melarang semua instansi pemerintahannya menggunakan perangkat dan solusi dari Huawei.

Bahkan, pemerintah AS juga melarang keras peredaran dan perizinan perangkat Huawei di AS. Tak hanya itu, AS pun membujuk para sekutunya seperti negara Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Jepang untuk tidak menggunakan perangkat dan solusi Huawei.

Baca Juga: Ingin Tahu Lokasi 5G di Seluruh Dunia? Gunakan Peta Interaktif Ini

Tak berhenti sampai sampai di situ, pada akhir 2018 Meng Wanzhou, Chief Financial Officer (CFO) Huawei, ditangkap di Bandara Vancouver, Kanada, oleh pihak kepolisian di sana dan terancam diekstradisi ke AS.

Hal ini pun membuat pihak Huawei geram. Bagaimana tidak, Meng sendiri merupakan anak dari sang pendiri perusahaan ini, yakni Ren Zhengfei.

Meng dibekuk atas permintaan AS lantaran dirinya terkait dengan dugaan pelanggaran embargo Iran yang dilakukan oleh perusahaan Huawei.

Seakan tidak ada habisnya rencana untuk menyingkirkan Huawei dari AS, pada awal tahun 2019 Donald Trump memerintahkan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, untuk kembali memperingatkan seluruh sekutu AS untuk tidak menggunakan perangkat Huawei.

Saat itu, AS bersikeras bahwa Huawei melakukan tindakan spionase yang di mana setiap perangkat Huawei memberikan akses kepada para intelijen Tiongkok untuk mengakses jaringan telekomunikasi. 

Karena hal itu, AS menganggap bahwa Huawei dapat mengancam sistem keamanan negara-negara barat.

Dikutip dari BBC, Pendiri Huawei, Ren Zhengfei menipis anggapan pemerintah AS terhadap perusahaannya tersebut. "Perusahaan kami tidak akan pernah melakukan aksi mata-mata. Jika kami melakukan tindakan itu, maka saya akan menutup perusahaan ini," ujar Ren.

Lantaran permasalahan ini pula, tidak heran bila hubungan pemerintah AS dan Cina menjadi kian memanas saja.

Baca Juga: Google Gagalkan Ambisi Huawei untuk Kalahkan Samsung di Pasar Ponsel

Seakan tidak ada habisnya, puncaknya pada pertengahan bulan ini Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam.

Dengan mamasukkannya ke daftar hitam, artinya melarang bagi perusahaan AS untuk berhubungan bisnis dengan Huawei.

Seperti diketahui, dalam membangun perangkat-perangkat yang diproduksinya, Huawei masih bergantung dengan perusahaan AS seperti Synopsis Inc, Intel, Qualcomm, Broadcom, Universal Display, dan Google.

Satu per satu perusahaan AS pun mengumumkan pemberhentikan kerjasama untuk memasok perangkat atau teknologi ke Huawei. Yang terbarunya, perusahaan ARM juga resmi menghentikan kerjasamanya dengan Huawei.

Meski bisa dibilang masih bergantung dengan perusahaan teknologi AS, Huawei pun sebenarnya sudah mengantisipasi jika hal seperti ini terjadi.

Salah satunya dengan mempersiapkan HiSilicon, anak perusahaan yang didirikan Huawei yang khusus untukmembuat prosesor untuk smartphone, server, dan modem.

Meski demikian, teknologi yang dihasilkan HiSilicon masih hanya mampu menutupi sebagian kebutuhan yang dibutuhkan untuk membangun perangkat-parangkat Huawei. Faktanya, Huawei masih membutuhkan banyak sokongan teknologi dari perusahaan AS.

Melihat kondisi Huawei saat ini, bisa dibilang tidak memberikan pengaruh yang parah bagi perkembangan bisnisnya.

Pasalnya, Huawei masih memiliki pasar yang kuat di luar negara-negara barat, khususnya di negara-negara wilayah Asia seperti Indonesia misalnya.

Dengan masalah yang dihadapi Huawei saat ini, lantas apakah nantinya pemerintah AS akan mengampuni Huawei dan menghapusnya dari daftar Hitam mereka? Kita lihat saja nantinya.

Baca Juga: Ikutan Google, Intel dan Qualcomm Hentikan Pasokan Komponen ke Huawei