Find Us On Social Media :

Menyetop Propaganda Martir, Alasan Pembatasan Video di Media Sosial

By Wisnu Nugroho, Senin, 27 Mei 2019 | 13:29 WIB

Ilustrasi Facebook dan WhatsApp

Banyak pihak mempertanyakan mengapa Pemerintah Indonesia buru-buru membatasi pengiriman gambar dan video di Whatsapp dan media sosial. Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Rudiantara, pembatasan ini bertujuan mengurangi penyebaran gambar dan video hoax dan menghasut.

"Kita tahu modusnya (provokator) adalah posting di medsos Facebook, Instagram dalam bentuk video, meme, dan foto. Kemudian screen capture diambil, viralkan di messaging system WhatsApp," ujar Rudiantara saat menerangkan maksud pembatasan tersebut.

Akan tetapi penelusuran wartawan Kompas TV, Aiman Witjaksono, mengungkap fakta yang lebih dalam. Berbekal data CCTV dari berbagai lokasi, Aimar menyebut adanya gerakan rapi dan terencana untuk menimbulkan bentrokan.

Rencana ini melibatkan tiga kelompok yang menunggangi aksi damai tersebut, yaitu preman bayaran, penembak jitu, dan kelompok gerakan radikal. Sebagian kelompok tersebut dibekali dengan senjata api dengan tujuan menciptakan martir. Skenarionya, jatuhnya korban akan direkam dan disebarluaskan melalui media sosial. Memanfaatkan propaganda martir ini, kelompok perusuh berharap masyarakat terpancing untuk melakukan protes besar-besaran.

Skenario lain terkait kerusuhan 21-22 Mei 2019 bisa Anda baca di sini. Anda juga bisa menonton rekaman CCTV berisi penggalangan massa di program AIMAN yang akan tayang Senin (27/5/2019), pukul 20.00 WIB di KompasTV.

Sudah Dicabut

Pembatasan akses gambar dan video di Whatsapp dan media sosial sendiri sudah dicabut Sabtu (26/5) siang. “Proses normalisasi sudah dijalankan. Semoga 1-2 jam ini sudah normal semua," ungkap Semuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo.

Berdasarkan pantauan InfoKomputer, situs media sosial Facebook sudah bisa menampilkan gambar dan video pada pukul 13.50 WIB hari ini.

Beberapa pihak memang mengkritik keputusan Menkominfo yang melakukan pemblokiran sejak 22 Mei itu. Kepala Divisi Akses Atas Informasi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Unggul Sagena, mengatakan pembatasan efektifnya hanya 6 jam saat situasi ricuh berlangsung.

"Kami mendorong pemerintah Indonesia untuk mencari langkah alternatif sehingga dapat mencegah pemberlakuan pembatasan internet yang berdampak pada hak berkomunikasi dan kebebasan berekspresi warga negara Indonesia," kata Unggul.