Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang mengkaji peraturan perizinan penggunaan virtual private network (VPN) setelah layanan tersebut sering digunakan saat pembatasan akses media sosial pada Mei lalu.
"Kalau pun ada aturan, tentang izin, tidak ada larangan," kata Dirjen Aplikasi Informatika, Semuel A Pangerapan.
Rencana mengatur VPN muncul karena masyarakat banyak menggunakan layanan VPN gratis agar tetap dapat mengakses media sosial saat periode pembatasan pada Mei lalu.
VPN pada dasarnya merupakan layanan internet tertutup sehingga Semuel mempertanyakan mengapa ada operator yang memberikan layanan Internet secara gratis.
VPN gratis berisiko disalahgunakan untuk menginjeksi spyware dan mencuri data pengguna. "Maka itu, kita kaji regulasi bahwa layanan VPN harus berizin," kata Semuel.
Layanan VPN merupakan bagian dari internet service provider (ISP) atau penyelenggara jasa internet sehingga izin yang akan digunakan adalah izin ISP.
"Semua ISP pasti punya layanan VPN karena layanan itu tersambung dengan layanan Internet lainnya," kata Semuel.
Pemerintah belum bisa menargetkan kapan regulasi VPN ini akan berlaku karena saat ini masih dalam tahap kajian.
Isu VPN mencuat pada masa pembatasan akses ke media sosial setelah aksi 22 Mei yang menimbulkan kericuhan. Warganet memasang VPN agar mereka tetap dapat mengakses media sosial seperti biasa.
Banyak warganet yang memasang VPN gratis tanpa memahami risiko menggunakan layanan gratis tersebut.