Find Us On Social Media :

Akibat Demo Hong Kong, Telegram Mendapat Serangan DDoS Dahsyat

By Wisnu Nugroho, Jumat, 14 Juni 2019 | 06:30 WIB

Ilustrasi Telegram

Layanan instant messaging Telegram mendapat serangan Distributed Denial of Services (DDoS) yang dahsyat dalam dua hari terakhir. Menurut Pavel Durov, CEO Telegram, serangan DDoS tersebut terkait demonstrasi di Hong Kong yang sedang berlangsung.

Sekadar mengingatkan, DDoS adalah serangan yang bertujuan membuat sebuah situs atau layanan di internet tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Caranya dengan membanjiri situs tersebut dengan jumlah permintaan yang luar biasa banyaknya, sehingga server kewalahan dan akhirnya hanya bisa memproses sebagian kecil permintaan yang masuk.

Serangan DDoS ke server Telegram mencapai 200-400GB/detik yang mayoritas berasal dari IP address China. Hal ini membuat Pavel Durov yakin, serangan DDoS ini dilakukan Pemerintah China. “Pengalaman selama ini menunjukkan, serangan sebesar itu terjadi setiap kali terjadi demonstrasi besar di Hong Kong” tulis Pavel di sebuah tweet.

Ini memang bukan pertama kali Telegram mendapat serangan DDoS. Di tahun 2014, Telegram se-Asia Pasifik sempat down ketika terjadi demonstrasi besar di Hong Kong menuntut penghentian rencana perubahan sistem pemilihan.

Hal serupa juga terjadi dalam dua hari terakhir. Telegram menjadi sasaran serangan karena digunakan demonstran untuk berkomunikasi dan berkoordinasi. Bukan cuma itu. Rabu malam waktu setempat, pihak berwajib Hong Kong juga menangkap salah seorang warga dengan tuduhan menjadi admin sebuah grup di Telegram yang mengorganisir demonstrasi.

Untungnya, serangan DDoS kali ini tidak terlalu mengganggu pengguna Telegram, termasuk di Indonesia. Saat kami coba, Telegram tetap berfungsi dengan baik. Jika dicek di situs uptrends.com, situs telegram.org juga berfungsi dengan baik dari seluruh penjuru dunia. Hal ini menunjukkan Telegram kini memiliki kemampuan menangani DDoS dengan lebih baik; satu hal yang mereka janjikan setelah insiden down di tahun 2014.

Akan tetapi, “krisis” Telegram ini belum berakhir. Pasalnya demonstrasi di Hong Kong sampai saat ini belum menunjukkan titik terang. Sekadar informasi, demonstrasi berawal dari rencana Pemerintah Hong Kong membuat aturan ekstradisi dengan Pemerintah China. Namun demonstran melihat, aturan ini akan mengancam kebebasan berpendapat di negeri tersebut.

Sampai saat ini, kedua belah pihak belum menunjukkan tanda-tanda mengalah. Jika konfrontasi terus terjadi, bukan tidak mungkin serangan DDoS ke Telegram semakin dahsyat.