Belanja online mulai menjadi budaya masyarakat modern. Kesibukan, kepraktisan, kemudahan akses internet menjadikan budaya belanja online meluas hingga ke berbagai belahan dunia.
Keinginan berbelanja online tak terkecuali juga melanda masyarakat Asia Pasifik, termasuk Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan pengguna mobile terbesar di dunia. Menurut Forbes dari 150 juta pengguna internet di Indonesia, 95% atau 142 juta adalah pengguna internet via mobile.
Namun di balik segala kemudahan dan menjamurnya budaya berbelanja online ini, tersimpan potensi risiko yang besar. Risiko yang sering mengancam para pelaku belanja online ini adalah kejahatan siber seperti penipuan online yang berimbas ke akun finansial pengguna dan informasi pribadi yang disalahgunakan.
Kasus semacam ini makin sering terjadi di musim liburan seperti Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru atau saat musim belanja mendapatkan popularitas dengan banyak pengguna yang berbelanja secara online. Sementara itu, pengecer online dan pengguna juga menyimpan data informasi pribadi mereka secara online. Belum lagi kerentanan lain yang bersumber dari lemahnya kata sandi dan penggunaan kata sandi tersebut untuk banyak akun terutama akun finansial.
Walhasil tidak mengherankan jika dalam survei ESET di Asia Pacific (APAC) menunjukkan 32% konsumen ESET menyimpan informasi mereka secara online. Meski terbilang rendah, ESET menegaskan jumlah harus dapat ditekan lagi agar menjadi lebih rendah.
Dengan pengecualian Thailand, semua negara dalam survei ESET adalah negara pengguna ponsel, dengan rata-rata 61% responden mengatakan mereka menggunakan ponsel untuk transaksi online. Yang menjadi perhatian, apakah ponsel mereka sudah dilengkapi dengan solusi keamanan siber yang kuat. Terlebih lagi jika dikombinasikan dengan penggunaan WiFi publik yang kian merajalela.
Hanya saja, yang perlu diingat, sesuatu yang gratis belum tentu dapat menjamin keamanan, malah cenderung bisa merugikan. Pengguna sering mendapat ancaman dari eksploitasi WiFi publik alias gratis, yang paling umum adalah serangan Man in the Middle (MitM) di mana seorang peretas mencegat komunikasi antara dua pihak, kemudian mencuri informasi pribadi korban yang dapat disalahgunakan peretas untuk keuntungan mereka.
Dari studi ESET APAC diketahui sebagian besar konsumen memilih secure payment sebagai faktor penting ketika memilih situs untuk mereka berbelanja, namun konsumen APAC mengindikasikan bahwa mereka mungkin tidak siap dalam melindungi informasi tersebut. Hanya 39% responden memastikan bahwa transaksi mereka dilakukan di situs yang dapat dipercaya, sebelum melanjutkan untuk melakukan transaksi.
Hasil penelitian ini menjadi pertanda bahwa pengguna internet di kawasan Asia Pasifik sudah terbiasa dalam berbagai aktivitas online, namun terdapat kesenjangan dalam pengetahuan tentang perilaku sehat dalam aktivitas online tersebut. Termasuk di antaranya pengetahuan tentang bahaya penggunaan WiFi publik untuk transaksi online.
IT Security Consultant PT Prosperita, ESET Indonesia, Yudhi Kukuh mengungkapkan bahwa jenis hotspot WiFi berbahaya dapat ditemukan di banyak tempat umum. "Jadi mengambil tindakan pencegahan sangat penting untuk memastikan para penjahat siber tidak mencuri data, kata sandi, memata-matai Anda, dan berbagai skenario jahat lainnya," jelas Yudhi.