Find Us On Social Media :

80% Perusahaan di Indonesia Masih Menggunakan Software Bajakan

By Dayu Akbar, Selasa, 25 Juni 2019 | 08:00 WIB

BSA The Software Alliance kembali melakukan kampanye “Legalize and Protect” untuk mengedukasi masyarakat Indonesia dan ASEAN tentang kesadaran risiko dan mendorong perusahaan-perusahaan untuk melegalkan aset software mereka. Data BSA menunjukkan bahwa banyak perusahaan Indonesia yang harus mengimplementasikan penggunaan software resmi. Karena jika tidak, mereka akan membahayakan keamanan siber nasional yang dapat menyebabkan pembobolan data, kerugian finansial, dan konsekuensi hukum.Malware merupakan risiko utama dari penggunaan software bajakan, yang dapat digunakan untuk mencuri data personal atau perusahaan, mengawasi aktivitas, merusak fungsi perangkat, atau membajak sistem sumber daya untuk keuntungan pembuat malware. Biaya perbaikan sebuah kasus malware dapat mencapai Rp 145 juta per komputer, dan membutuhkan waktu hingga 50 hari untuk dikerjakan, serta dapat merugikan perusahaan besar sekitar Rp 35 miliar.Faktanya, 60 persen dari perusahaan-perusahaan kecil yang terkena serangan siber dapat merugi hingga menyebabkan kebangkrutan hanya dalam kurun waktu enam bulan.“Saat ini, lebih dari 80 persen dari software yang digunakan di Indonesia merupakan software tanpa izin, yang membuatnya sangat rentan terhadap kejahatan siber yang juga bisa menghambat pertumbuhan perusahaan,” kata Tarun. Selain potensi hacking, kehilangan data, dan downtime perusahaan, software yang terinfeksi dapat membahayakan reputasi perusahaan publik di depan pemegang saham, pegawai dan klien.Menurut International Data Corporation, perusahaan intelijen pasar global, pebisnis dan para investor dapat meningkatkan keuntungan hingga 11 persen sebagai dampak dari peralihan ke penggunaan software resmi.Software modern kini menggunakan model langganan, sebuah investasi yang nilainya kecil dan terus memberikan pembaruan reguler untuk keamanan dan fungsionalitas bagi para pengguna. Pembaruan seperti ini tidak didapatkan oleh software tidak berlisensi, yang mengakibatkan perusahaan menjadi lebih rentan terhadap serangan. Banyak hackers dan pembuat malware yang memang secara khusus menargetkan kelemahan yang dimiliki software tidak berlisensi.