Penelitian yang dilakukan Fortinet menunjukkan tim yang lebih beragam memiliki kinerja lebih baik jika dibandingkan dengan tim yang homogen. Meski faktanya hingga hari ini, hanya 11% dari profesional cybersecurity merupakan wanita.
Hasil penelitian perbedaan gender tersebut ditambah dengan kekurangan keterampilan cybersecurity, tentu menawarkan kesempatan karir yang baik bagi perempuan. Di sisi lain juga memberi perusahaan sarana untuk mengisi kesenjangan keterampilan yang saat ini menjangkiti industri.
Kekurangan pekerja di sektor keamanan cybersecurity yang sudah ada, diperkirakan akan semakin buruk, dengan 51% dari 3,5 juta lowongan pekerjaan di cybersecurity diperkirakan tidak terisi pada tahun 2021.
Penelitian juga menunjukkan bahwa sementara wanita mewakili hampir 50% dari populasi keseluruhan dan tenaga kerja global, hanya 11% diantaranya yang bekerja di bidang cybersecurity.
Faktanya adalah bias gender merupakan masalah yang menonjol di dunia kerja cybersecurity.
Padahal peran perempuan di lintas industri jelas sangat berkualitas untuk mengisi peran terbuka dalam industri cybersecurity, terutama karena mereka tidak hanya membawa pengalaman dan keterampilan teknis ke meja, tetapi soft-skill penting yang membuat tim lebih beragam, dan lebih produktif.
"Untuk memanfaatkan nilai yang dimiliki wanita dengan lebih baik, penelitian kami menunjukkan bahwa perusahaan harus lebih memperhatikan soft-skill demi meningkatkan keberhasilan bisnis," ujar Edwin Lim selaku Country Manager Fortinet Indonesia.
Keberhasilan itu dapat secara spesifik diidentifikasi dan diukur. Menurut penelitian Fortinet, tim yang terdiri dari aneka ragam gender akan membuat keputusan yang lebih baik, yakni 73% versus 58% dibandingkan jika semua timnya laki-laki.
Bagi Venture capitalist (VC) yang didanai, tim yang dipimpin wanita mendatangkan pendapatan 12% lebih tinggi untuk organisasi mereka daripada perusahaan VC yang didominasi pria, sementara VC perusahaan dengan setidaknya satu wanita dalam posisi kepemimpinan mengungguli semua organisasi rekan pria sebesar 63%.
Tentu Cybersecurity dapat menjadi karier yang menjanjikan bagi siapa saja yang memiliki keterampilan. Kombinasi soft-skill kepemimpinan dan hard-skill dalam strategi cybersecurity, manajemen, pendidikan pengguna, penilaian risiko, dan operasi keamanan memenuhi syarat siapa pun, tanpa memandang jenis kelamin, identitas seksual, ras, atau latar belakang.
Dengan kata lain, aapun jenis latar belakang yang kita miliki akan dapat membantu memainkan peran penting dalam menutup kesenjangan keterampilan cybersecurity yang berkembang.