Open hybrid cloud yang memungkinkan pelanggan mempercepat inovasi dan memiliki keunggulan kompetitif.
Di era yang penuh disrupsi dan inovasi seperti saat ini, penggunaan cloud tak lagi terelakkan. “Karena cloud adalah salah satu enabling technologies, yang mendorong transformasi digital,” ujar Damien Wong, VP & GM Asian Growth and Emerging Markets, Red Hat.
Bahkan tren yang terjadi adalah kebanyakan organisasi atau perusahaan mulai mengadopsi multi cloud di mana on-premises private cloud milik perusahaan dikombinasikan dengan public cloud untuk mengoptimalkan utilisasi komputasi awan. “Pelanggan biasanya memulai dengan mengadopsi satu provider public cloud,” jelas Damien.
Namun yang terjadi kemudian adalah pemanfaatan beberapa cloud itu malah menimbulkan silo-silo karena di antara cloud itu tidak saling “bicara”. Padahal, menurut Damien, multi cloud seharusnya mengacu pada kemampuan untuk memindahkan dan menyebarkan workload pada cloud milik beberapa provider yang berbeda maupun pada private cloud di lingkungan on premises perusahaan itu sendiri.
“Kuncinya adalah interconnectivity, interoperability,” ujar Damien Wong di kesempatan konfrensi pers acara Red Hat Hybrid Cloud Series di Jakarta, kemarin. Dengan interconnectivity dan common layer, perusahaan dapat memindahkan workload tanpa harus memedulikan infrastruktur cloud yang menopang workload tersebut.
Damien memaparkan betapa organisasi dan perusahaan berbondong-bondong menempatkan berbagai macam workload di cloud, mulai dari everything-as-a-service, container dan microservices, modern apps, dan containerized apps dari ISV. Walhasil, hybrid dan multi cloud pun menjadi data center baru bari perusahaan dan solusi open hybrid cloud akan berperan peran penting bagi perusahaan.
Lebih jauh Damien Wong menjelaskan bahwa open hybrid cloud tidak hanya memungkinkan pelanggan memindahkan workload denga lebih mudah. Solusi ini juga memungkinkan pengguna cloud terbebas dari vendor lockin, ketika misalnya harus memindahkan workload karena alasan regulasi.
“Juga ada alasan biaya. Ketika misalnya ada penawaran yang lebih menarik dari provider cloud lain, sementara workload Anda berjalan di cloud yang berbeda, akan sulit ketika tidak interoperable. Inilah masalah yang ingin kami atasi, membuat cloud interoperable menggunakan open standard,” imbuh Damien.
Tiga Pilar Hybrid Cloud
“Red Hat mendukung open hybrid cloud melalui tiga pilar, yaitu platform, lingkungan pengembangan, dan pengelolaan,” ujar Brendan Paget, Director of Portfolio Management, APAC Office of Technology, Red Hat.
Untuk menjalankan hybrid cloud, perusahaan membutuhkan platform tunggal yang dapat berjalan di mana saja, dapat menjalankan aplikasi apa saja. Caranya, menurut Brendan, adalah dengan menggunakan satu sistem opoerasi yang dapat berjalan di semua lingkungan. Sistem operasi Red Hat Enterprise Linux (RHEL) dengan versi terbaru RHEL 8 memungkinkan perusahaan membangun fondasi untuk portofolio hybrid cloud.
“Hal kedua yang harus kami lakukan adalah memungkinkan pelanggan mengembangkan aplikasi yang khusus dirancang untuk lingkungan cloud,” jelas Brendan. Untuk pilar kedua ini, Red Hat menawarkan Red Hat OpenShift. Dan OpenShift 4 merupakan generasi terbaru dari platform enterprise Kubernetes yang telah direkayasa ulang untuk mengatasi kerumitan mengorkestrasi container di Production.
Di sisi pengelolaan, Red Hat menawarkan Ansible Tower yang memungkinkan pengguna mengautomasi TI secara scalable dan mengelola deployment dengan kompleksitas tinggi.