Kebijakan dan dukungan pemerintah menjadi kunci kesuksesan inisiatif Industry 4.0 di Indonesia. Hal tersebut terungkap dalam studi yang dilakukan oleh iCIO Community.
Melalui studi berjudul “Indonesia’s CIO Perspective Study on Industry 4.0” tersebut, para Chief Information Officer (CIO) dan Eksekutif di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) mengharapkan pemerintah berperan dalam tiga hal.
Pertama, pemerintah diharapkan dapat memberikan insentif dan membuat kebijakan yang mendukung transformasi industri ke arah Industry 4.0. Selanjutnya, pemerintah juga diharapkan meningkatkan kolaborasi dengan pihak swasta dalam bentuk forum diskusi yang diselenggarakan secara berkala. Melalui forum diskusi ini, kedua pihak dapat bertukar pikiran untuk aneka tantangan dalam penerapan Industry 4.0. Peran ketiga yang dapat dimainkan pemerintah adalah mendorong peningkatan infrastruktur TIK ke seluruh penjuru Indonesia demi meningkatkan konektivitas.
Sebuah laporan yang disusun oleh KPMG juga memaparkan bahwa kesuksesan implementasi Industry 4.0 di negara-negara seperti Kanada, Amerika Serikat, Austrlia, Cina, India, Singapura, dan sebagainya tak lepas dari peran pemerintah. Menurut laporan bertajuk “Industry 4.0 Investment – don’t leave government incentives on the table”, pemerintah di negara-negara yang sudah lebih maju dalam implementasi Industry 4.0 itu membuat kebijakan khusus untuk mengadopsi berbagai teknologi terkait, seperti IoT, analytics, artificial intelligence, robotics, dan 3D printing.
Sedangkan menurut studi iCIO, 16 sektor industri yang berpartisipasi sudah mengadopsi beberapa technology framework pendukung Industry 4.0. Koordinator Divisi Riset iCIO Community, Abidin Riyadi Abie memaparkan bahwa 22% responden sudah mengadopsi teknologi mobile, 21% sudah mengimplementasikan solusi big data analytics, 18% sudah menggunakan cloud computing, 11% menerapkan RPA/robotics, dan 8% mengadopsi solusi otentikasi dan deteksi fraud.
Kesiapan industri yang ditangkap oleh studi iCIO ini ternyata lebih banyak didorong motif bisnis, seperti perubahan pasar dan perilaku konsumen (32%), dan keinginan meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan (24%). “Hanya 3% responden yang mengatakan bahwa motifnya adalah karena dorongan insentif dan inisiatif pemerintah,” imbuh Abidin.
Indonesia di Tingkat Kesiapan “Sedang”
Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI juga telah mengeluarkan Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI 4.0) sebagai indeks acuan bagi industri (perusahaan) dan pemerintah dalam mengukur tingkat kesiapan industri bertransformasi menuju Industry 4.0 di Indonesia.
Berdasarkan indeks tersebut, menurut Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin, Eko SA Cahyanto, posisi industri Indonesia berdasarkan INDI 4.0 ada di level 2 – 2,5. “Artinya, industri berada pada tingkat ‘kesiapan sedang’,” jelas Eko.
Selain meluncurkan INDI 4.0, pemerintah juga sudah melakukan langkah-langkah quick win lainnya untuk mengimplementasikan peta jalan Making Indonesia 4.0 yang diluncurkan pemerintah tahun 2018. “Pemerintah telah memberikan insentif teknologi, investor roadshow, revitalisasi pendidikan vokasi, pembangunan pusat inovasi Industry 4.0 berupa Digital Capability Center (DCC), dan dukungan untuk UMKM,” jelas Eko. Fokus untuk mengembangkan Industry 4.0 juga sudah ditentukan yaitu pada lima sektor industri: industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, kimia, dan elektronik.
Eko juga mengungkapkan bahwa sebagian industri, terutama di segmen industri kecil dan menengah, saat ini masih berada di level generasi revolusi industri 2.0. “Masih mass production, dan baru sebagian kecil yang sudah melakukan otomatisasi atau industri 3.0. Jadi, tantangannya adalah bagaimana kita bisa melompat dari 2.0 langsung ke 4.0. Bagaimana kita bisa mengintegrasikan peralatan, orang, serta operasional pabrik dari generasi 2.0 ke generasi 4.0,” jelas Eko Cahyanto.