Find Us On Social Media :

Strategi Open Innovation untuk Akselerasi Inovasi di Organisasi

By Liana Threestayanti, Selasa, 6 Agustus 2019 | 09:00 WIB

Berbagai organisasi kini sedang berlomba-lomba berinovasi. Salah satu strategi yang kini mulai diterapkan adalah inovasi terbuka atau open innovation untuk mengakselerasi inovasi.   

 “Semakin banyak perusahaan di Asia Pasifik menganut inovasi terbuka untuk mengakselerasi business outcome,” Sandra Arps, Open Innovation Lab Lead, Red Hat, untuk kawasan Asia Pasifik melalui jawaban tertulis. Hal itu terindikasi dari jumlah enterprise di Australia, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang dan Singapura yang berpartisipasi dalam residency program Red Hat Open Innovation Labs.  

Heritage Bank (Australia), The University of Adelaide (Australia),  National Stock Exchange of India (NSE) (India), Fukuoka Financial Group (Jepang), dan ST Engineering (Singapura) adalah perusahaan di Asia Pasifik yang sudah berpartisipasi dalam program open innovation dari Red Hat.

Apa sebenarnya Red Hat Open Innovation Labs? Program ini berupa residency program di mana Red Hat akan berperan sebagai inkubator bagi organisasi.

“Kami sering menyaksikan betapa pengembangan aplikasi memakan waktu bertahun-tahun dan membutuhkan biaya jutaan, dan betapa prasyarat keamanan, compliance, dan privacy menghambat pengembangan tersebut,” Sandra mengungkapkan alasan di balik program ini

Dalam program ini, para ahli Red Hat akan berkumpul dan membantu pelanggan melalui proses tersebut. Inkubator ini dapat dimanfaatkan perusahaan untuk mengatasi tantangan bisnis; memulai inovasi dengan cepat; atau mengembangkan sebuah prototipe dengan memanfaatkan teknologi sumber terbuka dan pendekatan DevOps.

Intinya, program ini akan membantu perusahaan mendorong inovasi.Dan, menurut Sandra, hal itu dilakukan Red Hat pada tiga area.

  1. People, di mana individu-individu yang sebelumnya bekerja sendiri-sendiri dipertemukan sebagai satu tim dan anggota tim ini datang dari berbagai fungsi atau departemen dalam perusahaan, seperti dari divisi Business, IT, dan Operations.
  2. Processes, dengan membantu mengeksplorasi berbagai cara pendekatan masalah dengan menggunakan praktik-praktik Agile, Lean, dan Design Thinking, yang fokusnya adalah menciptakan nilai bagi end user.
  3. Technology, melalui penggunaan tools sumber terbuka dan teknologi dari Red Hat untuk meningkatkan ketrampilan tim pelanggan, dan untuk mereduksi proses-proses manual agar proses berjalan lebih cepat dan gesit.

Yang menarik adalah Innovation Labs praktis dapat digelar di mana saja. “Kami dapat men-delivernya kemana saja yang kami inginkan,” jawab Sandra mengenai rencana meluncurkan Innovation Labs di Indonesia. Program ini dapat dilakukan di lokasi pelanggan atau bisa juga dibuat semacam pop up lab di coworking space.

Pelanggan juga bisa memilih menjalankan program ini di salah satu kantor Red Hat di Singapura, London, atau Boston. “Kami pastikan di mana saja kami berada, lingkungan (program ini) merefleksikan prinsip utama dari Red Hat, yaitu kolaborasi, berbagi, dan kemampuan adaptasi,” jelas Sandra Arps. Yang pasti Lab ini harus bisa diakses dan memungkinkan inovasi kapan saja dan di mana saja.

Program ini bisa diikuti oleh perusahaan dalam berbagai ukuran dan pasar. Dan perusahaan dapat memanfaatkannya untuk berbagai keperluan, seperti mendorong transformasi digital; mengembangkan produk dan layanan digital dengan lebih cepat dan dapat mendisurpsi pasar; mengubah cara-cara pendekatan terhadap proses kerja yang sudah ada agar dapat merespons pasar dengan lebih cepat dan meningkatkan kepuasan pelanggan; dan melakukan modernisasi terhadap sistem TI tradisional dari arsitektur monolitik menjadi microservices.

“Dalam beberapa tahun terakhir, kami melihat adanya peningkatan ketertarikan terhadap program Labs dari industri layanan keuangan, pemerintah, dan otomotif,” ungkap Sandra Arps.