Belakangan ini perusahaan Uber sering jadi bahan perbincangan. Mulai dari kasus PHK 400 karyawannya sampai fakta bahwa layanan mereka gagal mengurangi kemacetan.
Berkaitan dengan PHK karyawan. Dugaan yang muncul adalah bahwa Uber saat ini sedang mengalami masalah finansial yang cukup serius.
Salah satu caranya adalah dengan memangkas biaya operasional dan mengurangi jumlah karyawan mereka.
Sepertinya hal ini memang benar-benar terjadi. Baru-baru ini laporan finansial Uber untuk kuartal kedua (Q2) tahun ini terkuak.
Tercatat pada periode ini Uber mengalami penurunan pendapatan hingga $5 miliar. Angka itu setara dengan Rp 70,9 triliun lebih.
Tentunya angka yang cukup besar untuk perusahaan sekelas Uber. Selain Uber, layanan serupa yaitu Lyft juga tercatat mengalami penurunan pendapatan.
Walaupun demikian, kerugian yang didapat Lyft tidak sebesar Uber. Harga saham Uber sendiri sempat naik pada hari Kamis (8/8/2019) waktu AS, kemarin. Hal ini salah satunya disebabkan karena pendapatan Uber yang tidak separah Lyft.
Walaupun begitu, kehilangan hingga 5 miliar dolar dalam waktu tiga bulan adalah hasil yang sangat buruk. Apalagi layanan Uber terbilang masih cukup laris di beberapa negara Amerika dan Eropa.
Lebih menyedihkannya lagi, CEO Uber Dara Khosrowshahi sempat menyebut kalau tahun 2019 ini akan jadi tahun puncak investasi bagi Uber. Masih belum bisa diperkirakan juga mengenai penyebab kegagalan Uber ini.
Sekadar mengingatkan, Uber sendiri gagal ketika mencoba peruntungannya di Indonesia.
Waktu itu Uber kalah bersaing dengan layanan serupa seperti GoJek dan Grab yang saat ini masih bertahan dan justru semakin kuat.