Find Us On Social Media :

Menangkap Makna Restukturisasi dan Pemecatan Karyawan di Bukalapak

By Wisnu Nugroho, Kamis, 12 September 2019 | 16:05 WIB

Kabar mengejutkan datang dari Bukalapak. Perusahaan e-commerce yang berdiri 9 tahun lalu ini menyebut akan melakukan restrukturisasi perusahaan. Dampak dari restrukturisasi ini adalah adanya pemutusan kerja karyawan, yang kabarnya mencapai 100 karyawan.

Restrukturisasi di perusahaan, apalagi perusahaan digital, sebenarnya satu hal yang biasa. Namun restrukturisasi kali ini menjadi penting karena terjadi di Bukalapak; salah satu unicorn Indonesia yang sering menjadi simbol kemajuan ekonomi digital di Indonesia. 

Namun satu hal yang sering dilupakan orang adalah e-commerce adalah industri dengan karakteristik winners takes all. Seperti dituliskan dengan lugas oleh Ken Leaver, pemimpin pasar di industri e-commerce otomatis dapat memberikan harga lebih murah, mengeluarkan biaya logistik lebih rendah, yang berujung pada kemampuan mengembangkan software dengan lebih baik. 

Dengan kata lain, status unicorn Bukalapak menjadi tidak relevan jika mereka tidak mampu menjadi pemimpin pasar.

Masalahnya, saat ini Bukalapak praktis berada di bayang-bayang pesaingnya. Setidaknya jika melihat data iPrice yang dikumpulkan melalui Similar Web dan App Annie, Bukalapak berada di posisi ketiga, di bawah Tokopedia dan Shopee. 

Dengan posisi seperti itu, Bukalapak relatif menjadi kurang “seksi” di mata investor. “Di mata venture capital, antara nomor satu, nomor dua, apalagi nomor tiga, itu sangat menentukan,” ungkap Edward Chamdani, Managing Partner di Ideasource Venture Capital. Apalagi industri e-commerce Indonesia dan Asia Tenggara mayoritas mendapat pasokan dana dari grup pemilik modal yang sama dari China. “Akhirnya akan muncul usaha konsolidasi siapa yang jadi pemenang,” tambah Edward. 

Bukalapak sebenarnya telah mencoba mengembangkan layanannya dan menjadi super apps. Contohnya menawarkan produk investasi seperti BukaReksa dan BukaEmas, serta membuat portal ulasan produk lewat BukaReview. Akan tetapi, semua usaha tersebut ternyata belum bisa mengangkat Bukalapak menjadi pemain utama di pasar e-commerce Indonesia.

Ingin Untung

Bukalapak sendiri bersikukuh performa finansial mereka saat ini masih kokoh. “Gross profit kami di pertengahan 2019 naik tiga kali lipat dibanding pertengahan 2018” ungkap Teddy Oetomo, Chief of Strategy Bukalapak. Teddy juga menyebut kerugian Bukalapak berhasil mengurangi jumlah kerugian sebanyak 50% selama 8 bulan terakhir.

Meski secara keuangan masih bagus, Bukalapak merasa perlu melakukan restrukturisasi. “Kami perlu melakukan penyelarasan secara internal untuk menerapkan strategi bisnis jangka panjang kami,” ungkap Teddy. Harapan besarnya, Bukalapak akan menjadi e-commerce pertama yang meraih keuntungan. “Kami menargetkan break even, bahkan keuntungan, dalam waktu dekat,” tambah Teddy.

Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan restrukturisasi ini adalah langkah Bukalapak untuk mempercantik diri agar kembali dilirik investor. Kemungkinan terjadinya akuisisi pun bisa saja terjadi. “Saya kira [merger atau akuisisi] sangat mungkin terjadi, karena jika di segmen yang sama, yang dilirik tidak lebih dari dua” ungkap Edward Chamdani. 

Menarik untuk ditunggu, bagaimana restrukturisasi ini mengindikasikan nasib Bukalapak di masa depan.