Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia ( ATSI) meminta pemerintah untuk segera mengesahkan aturan pemberantasan ponsel ilegal atau black market (BM) melalui deteksi nomor IMEI.
Pemerintah, dalam hal ini terdiri dari tiga kementrian, yakni Kementrian Komunikasi dan Informatika ( Kominfo), Kementrian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementrian Perdagangan (Kemendag).
"Kami menunggu Permen (Peraturan Menteri) keluar agar bisa segera melakukan diskusi teknis dan melakukan tes, karena pasti dibutuhkan tes," jelas Ririek Adriansyah, Ketua Umum ATSI dalam acara temu media di Jakarta.
Ririek mengatakah, permen dibutuhkan karena berfungsi sebagai payung hukum dan lebih mengatur hal-hal prinsipal bukan teknis. "Kalau kita mau detail teknis butuh waktu, nanti itu diatur di aturan dirjen," katanya.
Wakil Ketua ATSI, Merza Fachys, menambahkan masih ada proses yang harus dibahas antara pemerintah dan operator seluler. Pembahasan dimaksudkan agar protokol aturan pemblokiran ini bisa tersinkronisasi dengan baik.
"Setelah spesifikasi (protokol) ini kita sepakati, itu akan menjadi syarat kepada vendor yang mungkin memasok alat atau solusi tersebut," terang Merza.
ATSI pun sepakat dengan usulan pemerintah yang mencanangkan masa transisi ponsel ilegal ke legal - entah dengan skema pemutihan atau lainnya - dalam waktu enam bulan.
Akan tetapi, apabila waktu tersebut masih dirasa kurang, ATSI meminta pemerintah untuk mengevaluasi dan melakukan perpanjangan.
Kendati demikian, ATSI juga meminta agar aturan ponsel BM ini tidak terlalu membebankan operator. Khusunya untuk biaya pengadaan Equipment Identity Register (EIR) yang dinilai sangat mahal.
"Kita ingin semuanya tegas, tapi bukan kami sepenuhnya yang bertanggung jawab karena ada tugas pokok dan fungsi masing-masing," jelas Merza.
Aturan pemblokiran ponsel BM lewat IMEI ini awalnya akan disahkan pada 17 Agustus lalu, bertepatana dengan momen HUT RI.
Kabar terakhir menyebut Permen Kominfo dan Kemendag telah rampung, sehingga tinggal menunggu keputusan dari Kemeperin.