Find Us On Social Media :

Hacker Iran akan Serang Kampanye Trump di Pilpres AS Tahun Depan

By Adam Rizal, Senin, 7 Oktober 2019 | 09:05 WIB

Donald Trump (Presiden AS)

Di era digital, ranah maya sudah lumrah dijadikan medan perang siber untuk kepentingan politik. Pemilu Presiden AS tahun 2020 pun belakangan diduga terancam dicampuri oleh pihak asing.

Kemungkinan tersebut diungkap oleh Microsoft. Raksasa software pembuat Windows itu merasa perlu mengungkapkan temuannya soal keberadaan kelompok hacker asal Iran yang mulai melakukan langkah-langkah untuk mempengaruhi Pemilu Presiden AS tahun 2020 nanti.

"Kami melihat aktivitas siber yang signifikan dari grup ancaman yang kami sebut 'Phosphorus'. Kami percaya grup ini berasal dari Iran dan memiliki asosiasi dengan pemerintah Iran," sebut Microsoft dalam sebuah posting di situsnya.

Grup peretas bernama Phosphorus ini terpantau oleh Microsoft Threat Intelligence Center (MSTIC).

Selama 30 hari antara bulan Agustus hingga September 2019, Phosphorus melakukan 2.700 kali percobaan mengidentifikasi akun e-mail milik pelanggan Micosoft tertentu.

Dari jumlah tersebut, 241 e-mail di antaranya berupaya dibobol oleh Phosphorus. Akun-akun yang menjadi sasaran ini terkait dengan kampanye presiden AS, pejabat AS, wartawan yang meliput politik global, serta tokoh-tokoh Iran yang hidup di luar negerinya.

Microsoft tak menyebutkan kampanye siapa yang diincar oleh Phosphorus. Namun, sumber Reuters meneyebut sasarannya tak lain seputar kampanye Presiden AS Donald Trump.

Situs kampanye resmi Trump memang terhubung dengan layanan cloud Microsoft. Meski demikian, tim kampanye Trump mengaku tak melihat adanya upaya meretas sistem mereka. Sebanyak 19 calon kandidat dari Partai Demokrat akan bersaing untuk dinominasikan sebagai lawan Donald Trump pada 2020.

Dari Partai Republik, setidaknya sudah ada tiga orang yang menyatakan berminat menggeser Trump sebagai jagoan partai.

Interferensi pemilu melalui jalur siber, terutama yang dilakukan sebuah aktor negara terhadap negara lain, bisa mengacaukan proses demokrasi dengan menggiring opini publik sesuai kehendak si penyerang.

Misalnya saja, Rusia marak dituding menginterferensi Pemilu Presiden AS pada 2016 sehingga berujung pada kemenangan Donald Trump. Tuduhan tersebut dibantah oleh Moscow.

Iran pun kali ini belum berkomentar atas laporan Microsoft. Hubungan Amerika Serikat dan Iran sendiri tidak bisa dibilang akur.

Pada Mei 2018, Trump membawa AS keluar dari perjanjian dengan Iran soal pembatasan program nuklir untuk meringankan sanksi AS.

Trump kemudian kembali mengenakan sanksi ke Iran sehingga menekan ekonomi negara itu, termasuk dalam hal perdagangan minyak.