Find Us On Social Media :

CEO Tokopedia Bantah Barang Online Lebih Murah Karena Bebas Pajak

By Adam Rizal, Rabu, 30 Oktober 2019 | 09:00 WIB

Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya

Sejak pertengahan tahun ini, pemerintah tengah menggodok aturan perpajakan digital. Hal tersebut perlu dilakukan seiring dengan kian berkembangnya ekosistem digital, salah satunya e-commerce.

Perusahaan e-commerce yang menyediakan platform dagang untuk para penjualnya ini pun banyak yang kemudian merambah pasar perdagangan global atau melakukan layanan cross boarder (lintas negara).

Namun, banyak pihak yang kemudian menyoroti tingginya profitabilitas dari perusahaan e-commerce ini.

Hal itu dikarenakan muncul anggapan perusahaan-perusahaan e-commerce mampu menjual barang dalam harga yang relatif murah dibanding toko fisik karena tidak bayar pajak.

Benarkah demikian?

Pendiri sekaligus CEO Tokopedia William Tanuwijaya menjelaskan anggapan e-commerce tak membayar pajak adalah asumsi yang salah. Sebab, peraturan perpajakan di Indonesia sebenarnya tidak mengenal diversifikasi perdagangan online maupun offline.

"Asumsi yang salah, asumsi pemain digital tidak mambayar pajak. Atau tidak perlu bayar pajak karena harganya lebih murah. Di pajak enggak kenal online atau offline. Dia harus bayar pajak sesuai ketentuan berlaku," ujarnya di Jakarta, Selasa (29/10/2019).

William menjelaskan, setiap pelapak atau pedagang di Tokopedia memiliki pembukuan data yang rapi dan bisa ditelusuri, termasuk data bukti pembayaran pajak. Adapun saat ini secara keseluruhan, pelapak di Tokopedia sudah mencapai 6,5 juta dari awal tahun di kisaran 16.000 mitra.

William pun menegaskan, seluruh mitra tersebut memiliki pembukuan data yang bisa ditelusuri.

"Misalnya di Tokopedia punya 16.000 penjual, dari awal. Kelebihan perdagangan digital semua tercatat dan abadi, tidak bisa dimanipulasi," ujar William.

"Tidak ada rekayasa pembukuan data, mereka memiliki data jelas dan bisa diaudit," jelasnya lebih lanjut.

William pun berharap, ke depan pembayaran pajak harus bisa mengadopsi teknologi digital. Teknologi digital akan memudahkan dan datanya jadi sulit untuk dimanipulasi.

"Kalau teknologi bisa diadopsi, pajak lebih transparan. Contoh dengan Jawa Barat kami kolaborasi, dengan motor bisa online. Menariknya Gubernur 2019 bulan Juni, di bulan Juli itu jumlahnya pajak melebihi sepanjang 2018. Masyarakat lebih mudah untuk membayar pajak," pungkasnya.