Find Us On Social Media :

Hape Samsung Masih Di Hati Orang Indonesia, Ini Buktinya

By Adam Rizal, Jumat, 22 November 2019 | 17:00 WIB

Samsung Galaxy A80 Tawarkan Tiga Kamera yang Bisa Berputar

Meski firma riset pasar IDC menyebut bahwa ponsel Samsung berada di posisi tiga di pasar smartphone Indonesia (berdasar pengiriman Q3-2019), namun perusahaan distributor elektronik, Erajaya menyebut bahwa ponsel Samsung masih yang paling diminati oleh konsumen.

Menurut Djatmiko Wardoyo, Marketing Director Erajaya, ponsel-ponsel Samsung saat ini jadi yang paling laris terjual di jaringan toko Erafone.

Djatmiko mengatakan hal tersebut disebabkan ponsel Samsung memiliki nilai tambah yang berbeda dengan brand lain.

"Bahkan, penjualan Samsung selama kuartal tiga (Q3 2019) adalah yang tertinggi di tahun ini," kata Djatmiko melalui keterangan resminya.

Ia menilai, selain fitur yang ada pada ponsel Samsung, layanan purna jual pun menjadi salah satu keunggulan yang membedakan brand asal Korea Selatan itu dengan merek lain.

Hal itulah yang kemudian menurut pria yang akrab disapa Koko itu, membuat konsumen percaya pada Samsung sebagai ponsel pilihan utama.

"Selain inovasi baru Samsung, seperti fitur super steady, NFC, dan baterai yang tahan lama, layanan purna jual Samsung yang luas, mudah diakses, dan cepat juga menjadi kunci dari kekuatan Samsung di pasar Indonesia," lanjut Djatmiko.

Sebelumnya, hasil penelitian firma riset GfK pun menunjukkan hal serupa. GFK melakukan penelitian pada sejumlah distributor besar di Indonesia dan menghitung jumlah ponsel yang terjual kepada konsumen.

Menurut data yang diterima KompasTekno, GfK mencatat smartphone Samsung masih menjadi merek yang paling banyak dibeli selama kuartal ketiga (Q3) tahun 2019 ini.

Dari total keseluruhan ponsel yang terjual di Tanah Air, sebanyak 42 persen di antaranya adalah merek Samsung.

Sementara riset sebelumnya yang dilakukan IDC, dikatakan bahwa Samsung tersungkur oleh duo vendor asal China yang mengambil alih posisi pertama dan kedua di Q3 2019.

Perbedaan hasil riset tersebut disebabkan objek penelitian yang berbeda. IDC melakukan penelitian dengan menghitung jumlah pengapalan dan bukan jumlah ponsel yang dibeli oleh konsumen.

Jumlah pengapalan sendiri adalah angka total unit ponsel yang dikirimkan vendor (perusahaan) kepada distributor.

Sementara GfK menghitung jumlah ponsel yang dibeli konsumen melalui distributor tersebut. Artinya riset GfK merupakan representasi dari jumlah nyata ponsel yang dimiliki konsumen di Indonesia.