Find Us On Social Media :

Mengapa Pemprov DKI Sebaiknya Membatalkan Rencana Pembelian Mainframe

By Wisnu Nugroho, Jumat, 6 Desember 2019 | 18:31 WIB

Ilustrasi Data Center

Saat ini, ruang diskusi publik sedang diramaikan rencana pembelian sistem pengolahan data oleh Pemprov DKI Jakarta. Seperti ditulis Kompas.com, anggaran untuk membeli sistem berbasis komputer mainframe ini mencapai Rp.128,992 miliar. 

Sistem ini diajukan oleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta yang bertujuan memetakan potensi pajak di DKI Jakarta. 

Angka sebesar itu digunakan untuk pembelian:

Pertanyaan yang langsung terlontar adalah, apakah memang butuh dana sebesar itu untuk membeli sistem pengolahan data, lengkap dengan mainframe-nya? Berikut penjelasannya.

Apa itu Mainframe

Mainframe pada dasarnya adalah sejenis komputer dengan kemampuan komputasi yang sangat besar. Komputer mainframe didesain untuk dapat mengolah volume input dan output (I/O) data dalam jumlah yang masif. 

Tak heran jika komputer mainframe biasanya digunakan perusahaan enterprise seperti perbankan atau telekomunikasi. Data menunjukkan, 96 dari 100 bank terbesar di dunia menggunakan komputer mainframe untuk memproses transaksi. Hal ini juga tidak lepas dari arsitektur mainframe yang terbukti andal ketika digunakan untuk memproses jutaan transaksi tiap harinya.

Mengapa? Karena pada dasarnya mainframe menggunakan arsitektur berbeda dibanding arsitektur x86 yang digunakan Intel atau AMD. Prosesor mainframe didesain untuk fungsi spesifik (seperti memproses transaksi), sementara x86 lebih ke multi purpose atau banyak tujuan (seperti memproses transaksi, sekaligus render video, sekaligus edit foto, dan lain sebagainya). 

Arsitektur mainframe juga dirancang agar dapat mengakomodasi penggunaan memori dalam jumlah besar. Contohnya generasi mainframe terbaru dapat mendukung memori sampai 10 terabyte. 

Karena arsitektur yang rumit (dan juga pasar yang terbatas), produsen mainframe terbilang sedikit. Pasar mainframe praktis dikuasai IBM, selain nama lain seperti Hitachi dan Fujitsu. 

Hal itulah yang mungkin menjelaskan mengapa harga komputer mainframe relatif mahal. Setidaknya jika dibanding data center berbasis x86, harga komputer mainframe relatif lebih tinggi.

Apakah harus menggunakan Mainframe?

Mungkin inilah pertanyaan paling penting: mengapa Pemprov DKI memilih menggunakan komputer mainframe? 

Jika tujuannya adalah mengolah data wajib pajak warga Jakarta, menurut kami penggunaan komputer mainframe agak berlebihan. Pemprov DKI sepertinya tidak akan mengolah data sebesar itu sehingga membutuhkan komputer mainframe. Sebagai pembanding, Dirjen Pajak RI yang mengolah data jauh lebih banyak dari Pemprov DKI saja tidak menggunakan komputer mainframe.

Baca Juga: Cara Dirjen Pajak Manfaatkan Big Data untuk Melacak Wajib Pajak Nakal

Kalaupun memang betul membutuhkan sistem pengolahan data yang powerful, banyak alternatif lain yang bisa diambil. Contohnya menggunakan server berbasis x86. Pilihannya banyak, harganya lebih kompetitif, dan secara performa juga lebih dari memadai untuk mengolah data sekelas Pemprov DKI.

Jika mau lebih murah lagi, Pemprov DKI bisa menggunakan pendekatan distributed computing. Menggunakan platform seperti Hadoop, distributed computing memanfaatkan komputer atau server "biasa" untuk mengolah data secara paralel atau bersamaan.  

Keandalan distributed computing pun terbukti. Dirjen Pajak RI menggunakan pendekatan ini. Beberapa perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia juga sudah meninggalkan mainframe dan menggunakan Hadoop untuk memproses data pelanggan.

Selain mahal, penggunaan mainframe juga mengandung risiko tersendiri. Mainframe adalah sistem tertutup (proprietary) yang jumlah ahlinya semakin jarang (dan mahal). Jadi untuk menjaga keberlangsungan pemanfaatan mainframe ke depan, Pemprov DKI harus memastikan ketersediaan tenaga kerja di masa depan. 

Padahal di sisi lain, Hadoop adalah sistem terbuka (open source) yang kian populer. Agak lebih mudah mencari tenaga kerja yang mengerti Hadoop dibanding mainframe. Jika memang terpaksa, Pemprov DKI bisa “membajak” ahli Hadoop yang banyak tersedia di perusahaan digital tanah air.

Usaha Pemprov DKI menggunakan big data dan data analytics untuk mendorong penerimaan pajak adalah satu hal yang layak diapresiasi. Namun jika boleh menyarankan, sebaiknya Pemprov DKI memilih platform lain dibanding membeli mainframe.