Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementrian Keuangan telah menurunkan ambang batas (Threshold) barang impor via toko online (e-commerce) dari US$ 75 menjadi US$ 3 atau Rp 45 ribu (kurs Rp 15.000/US$).
Alasan kuat diberlakukannya peraturan baru tersebut dimaksudkan agar persaingan barang yang didatangkan dari luar negeri dengan barang yang diproduksi dari produsen dalam negeri bisa seimbang.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga, R. Syarif Hidayat, menjelaskan bahwa selama ini barang kiriman impor dengan harga dibawah US$ 75 sudah ada sampai diatas 90%. Mayoritas barang kiriman tersebut datangnya kebanyakan dari China.
"Barang kiriman impor ini 98% adalah barang konsumsi seperti tas, sepatu, dan pakaian yang hampir semuanya didatangkan dari China," ujar Syarif.
"Persaingan ini tidak sehat, karena barang china yang sudah murah, tidak terkena pajak, sementara di dalam negeri terkena pajak sehingga ini membuat industri barang sejenis terpuruk," sambungnya.
Ia menilai China bisa membanjiri Indonesia dengan barang impor karena mereka dapat membuat barang yang sedemikian banyaknya sehingga barangnya bisa menjadi lebih murah.
Kebijakan tarif bea masuk barang impor di e-commerce yang baru ini direncanakan berlaku pada akhir bulan Januari. Syarif mengatakan pihaknya sedang mengurus proses perundangan.
"Peraturan ini masih belum berlaku karena masih dalam proses perundangan, tetapi diperkirakan pada akhir bulan ini akan segera diterapkan," ujar Syarif.
Pemerintah memformulasi regulasi ini berdasarkan masukan dari KADIN , APINDO, dan APRINDO yang merasa mendapat perlakuan yang tidak baik karena adanya barang kiriman ini membuat persaingan yang tidak sehat.
"Tentunya kita juga melakukan konsultasi dengan teman-teman pengamat perpajakan untuk diajak bicara bersama-sama sehingga munculah keputusan ini," sambungnya.