Find Us On Social Media :

AS-Iran Bergejolak, Hentikan! Penggunaan VPN Sementara Waktu

By Adam Rizal, Sabtu, 11 Januari 2020 | 16:00 WIB

Inilah 3 Aplikasi VPN Gratisan untuk Akses Situs Terblokir

Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengatakan bahwa perang Iran dan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump berpotensi meluas ke wilayah siber yang kemungkinan diikuti negara-negara lain maupun kelompok-kelompok tertentu.

Ia mengatakan, agar Indonesia tidak terseret dalam serangan siber, masyarakat perlu menghindari pemakaian VPN (virtual private network) dari negara-negara yang sedang berkonflik beserta sekutunya.

"Pernyataan Trump memperkuat perkiraan, saat ini sedang terjadi cyberwarfare antara kedua negara, yang kemungkinan besar diikuti oleh negara-negara lain maupun kelompok-kelompok tertentu," ujar Pratama seperti dikutip Antara.

"Kenapa tidak disarankan menggunakan IP negara berkonflik, hal ini untuk menghindari adanya serangan malware ke IP negara tertentu. Serangan malware massif bisa saja terjadi seperti saat wannacry dan nopetya hadir di pertengahan 2017," tambah Pratama.

Dalam sejarah pertikaian Iran, AS dan Israel, Pratama mengatakan selalu melibatkan saling retas, saling serang sistem, yang paling terkenal adalah serangan stuxnet dari Israel yang menargetkan sistem nuklir Iran.

Menurut Pratama, Texas dilaporkan telah menerima serangan siber lebih dari 10 ribu kali sejak 6 Januari 2020. Website Program Penyimpan Federal (The Federal Depository Library Program) juga diserang dengan mengubah tampilan situs menjadi tampilan bendera Iran, foto pemimpin tertinggi Iran Ali Khamenei dan gambar wajah Donald Trump dengan mulut berdarah karena ditinju oleh Pengawal Revolusi Iran.

Menurut Pratama, secara umum agar masyarakat dunia melihat, serangan dilakukan dengan cara melakukan deface ke website yang dimiliki pemerintah, maupun perusahaan yang merepresentasikan negara tersebut.

"Artinya, ancaman serangan siber tidak hanya harus diwaspadai oleh instansi negara, namun juga perusahaan besar," kata Pratama.

Menurut dia, Iran, punya afiliasi peretas dengan jaringan Palestina, terutama Hamas. Sementara, AS bekerja sama dengan jaringan Israel dan Saudi untuk membendung Iran.

Di saat yang sama, Pratama mengungkapkan, perang juga dipastikan terjadi di media sosial. Dalam hal ini, AS diuntungkan, sebab Facebook, Instagram, Twitter dan Youtube semuanya di bawah AS.

Misalnya, Foreign Surveillance Act mewajibkan raksasa teknologi di AS untuk memberikan 'backdoor' dan privillage untuk lembaga pemerintah seperti FBI, NSA, CIA, DEA, kepolisian dan militer.

"Artinya, konten yang membantu propaganda Iran akan sangat mudah di hapus dan akun-akun mudah di-suspend," ujar Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSRec itu.

Lebih lanjut, Pratama mengatakan tidak menutup kemungkinan bagi AS untuk menjalankan hybridwarfare. Diawali dengan serangan lewat wilayah siber, bila berhasil akan menggerakkan kekuatan militer sendiri atau meminjam kekuatan militer sekutunya di Timur Tengah, seperti Saudi, dan sisa paramiliter pro AS.

"Yang saat ini diwaspadai oleh kedua negara adalah para pejabat menjadi sasaran peretas kedua pihak," ujar Pratama.

Waspada Pakai Teknologi AS

Pratama mengingatkan untuk selalu mengecek dan waspada pada pemakaian teknologi asal AS di instansi pemerintah.

"Ditakutkan serangan kepada raksasa teknologi AS bisa berimbas juga ke para pemakai di tanah air. Dalam hal ini seharusnya BIN dan BSSN sudah mengantisipasi lebih jauh," ujar Pratama.

Serangan kepada Jendral Qassam Solemani, menurut Pratama, bisa terjadi salah satunya karena pengintaian lewat jalur komunikasi, internet dan juga informasi lapangan yang akurat.

"Peristiwa ini juga menjadi pelajaran bahwa dalam situasi keamanan apapun, para pejabat tinggi dan pengawalnya harus melaksanakan protap keamanan. Seperti misalnya tidak menyalakan GPS di smartphone dan juga wajib berkomunikasi lewat jalur yang aman," tambah dia.

Meski begitu, dampak yang mungkin akan terasa di Tanah Air, menurut Pratama, lebih kepada perang opini di media sosial.

"Namun mengingat syiah bukan mayoritas muslim di Tanah Air, isu oleh buzzer belum massif sejauh ini. Isu di media sosial banyak bersumber dari media massa mainstream," lanjut dia.

Indonesia dan VPN

Indonesia meraih gelar sebagai negara dengan jumlah download aplikasi VPN terbanyak sepanjang tahun 2018 hingga 2019.

Menurut laporan dari situs Top10VPN.com, Indonesia menduduki peringkat pertama dari 73 negara, mengalahkan Amerika Serikat, India, dan Uni Emirat Arab (UEA).

Laporan itu juga mencatat selama Oktober 2018 hingga Oktober 2019, jumlah unduhan aplikasi VPN di Indonesia mencapai 75,5 juta dan terjadi peningkatan 111 persen Year-to-Year (YoY).

Sementara AS dan India menyusul di belakangnya dengan masing-masing 74,6 juta dan 57 juta unduhan.

Peningkatan jumlah unduhan aplikasi VPN di Indonesia meroket pada bulan Mei lalu, ketika pemerintah memberlakukan kebijakan melambatkan koneksi internet untuk media sosial, seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp.

Hal itu dilakukan pemerintah untuk menangkal peredaran berita hoaks yang dianggap memuncak kala itu.

"Mei 2019, Indonesia: lonjakan 126 persen karena perlambatan bandwidth, kecepatan melambat untuk mencegah unggahan video dan foto ke Twitter dan platform media sosial lainnya setelah meningkatnya protes terkait pemilu," ujar penulis laporan dan kepala penelitian di Top10VPN.com, Simon Migliano.

Perlambatan koneksi internet tidak hanya terjadi di Indonesia. Laporan tersebut juga menyoroti bagaimana kerusuhan politik dan sosial dalam 12 bulan terakhir telah meningkatkan jumlah unduhan VPN di Asia Pasifik menjadi 188 juta, dua kali lipat dari total tahun lalu.

Permintaan di seluruh dunia untuk aplikasi VPN dari Apple App Store dan Google Play Store berkembang pesat.

Jumlah unduhan di Apple App Store mencapai 121,9 juta, sementara Google Play Store dapat 358,2 juta unduhan. Jumlah unduhan di seluruh dunia telah meningkat lebih dari 50 persen selama dua tahun berturut-turut.

"Jelas bahwa pengguna internet di seluruh dunia mengambil tindakan sendiri untuk mengambil kembali kebebasan internet yang terus-menerus terkikis oleh kepentingan pribadi," tulis Migliano.

Dengan meningkatnya penggunaan aplikasi VPN, terutama yang gratis, Migliano menyarankan pengguna lebih waspada sebelum menggunakannya untuk berselancar di internet.Laporan ini juga menganalisis aplikasi VPN yang paling banyak diunduh di Indonesia.

Berikut daftarnya:

1. TurboVPN2. Proxy Master3. SuperVPN Free4. Hi VPN5. Hola6. Psiphon Pro7. Hotspot Shield Free8. VPN Unlimited9. Unlimited Free VPN Monster10. AnonyTun