Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kiagus Ahmad Badaruddin, mengingatkan adanya potensi pendanaan terorisme lewat inovasi keuangan digital. Menurut dia, inovasi keuangan digital mempertinggi risiko pendanaan terorisme.
"Adanya inovasi keuangan digital dan realita penggunaan virtual currency (mata uang digital) dalam financial crime (kejahatan finansial) mempertinggi risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme," ujar Kiagus saat memberikan paparan dalam acara Rakor PPATK di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.
Pasalnya, kata dia, pelaku tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) juga menerapkan pola yang sama dengan pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam memanfaatkan inovasi keuangan digital
"Pelaku tindak pidana pendanaan terorisme juga memanfaatkan adanya inovasi keuangan digital, seperti penghimpunan dana melalui crowdfunding (penggalangan dana dalam jumlah besar) dan penggunaan virtual currency sebagai sumber kegiatan terorisme," ujar Kiagus.
Secara umum, Kiagus mengungkapkan pola tindak pidana pencucian uang kini sudah memasuki era digital atau digital money laundering. Dalam kondisi ini, pelaku kejahatan tidak lagi menikmati hasil kejahatannya dalam bentuk uang tunai, atau jenis aset lainnya.
Akan tetapi, mereka memanfaatkan teknologi informasi dalam mengelola dana ilegal tersebut.
"Interaksi antar manusia tidak lagi dapat dilihat secara nyata. Uang dan mekanisme transaksinya berada pada dunia maya, tidak kelihatan tapi nyata," kata Kiagus.
Perkembangan kondisi ini, menurut Kiagus menjadi faktor pendorong untuk menentukan arah kebijakan PPATK dalam mencegah TPPU dan TPPT di Indonesia.
PPATK berkolaborasi dengan pelapor, Lembaga Pengawasan dan Pengatur (LPP), dan sejumlah pemangku kepentingan terkait dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korusi dan pencucian uang.
"Pada 2020 kami secara konsisten melanjutkan program kerja antara lain, peningkatan kompetensi dan pengetahuan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT)," tuturnya.
"(Ini dilakukan) Melalui Indonesia Financial Intelligence Institute (IFII), dengan program pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta pendidikan, yang terdiri dari pihak pelapor, aparat penegak hukum, dan pihak terkait," kata Kiagus.
Selain itu, PPATK juga mengembangkan platform Sistem Informasi Terduga Pendanaan Terorisme (Sipendar).
Melalui platform pertukaran informasi ini, pihak pelapor dimampukan untuk lebih mengenali terduga pendanaan terorisme, demikian pula halnya dengan aparat penegak hukum memperoleh informasi pendanaan terorisme dalam waktu singkat.