Memanfaatkan data dari KASPR DataHaus, perusahaan data alternatif yang berbasis di Melbourne, tiga ekonom Monash University melakukan penelitian terkait bagaimana besaran volume data dari aktivitas internet global bisa menyimpulkan perilaku ekonomi sosial manusia. Berdasarkan data yang diambil pada tanggal 13 sampai 14 Februari 2020 sebagai dasar; Dr Klaus Ackerman, Associate Professor Simon Angus, dan Associate Professor Paul Raschky; mampu mengamati perubahan dalam pola latensi internet yang muncul belakangan ini akibat makin banyaknya negara yang menerapkan kebijakan lockdown maupun mengeluarkan imbauan untk beraktivitas dari rumah.
"Kami menyebut ukuran perbedaan ini, antara hari-hari pertama setelah berlakunya lockdown, dan periode awal pada awal Februari sebagai 'Tekanan Internet', karena jika lebih besar dari nol, akan memunculkan latensi, atau kecepatan, masalah, mulai mempengaruhi jutaan pengguna internet di wilayah yang melakukan lockdown," ujar Paul Raschky. “Walaupun nilainya mungkin relatif kecil, sebesar 3 atau 7 persen, perbedaan sejumlah itu sebenarnya dapat dikatakan jauh dari normal, hal ini menunjukkan bahwa banyak pengguna mungkin mengalami kemacetan bandwidth. Makin banyak orang di rumah berarti semakin banyak orang yang online - menghasilkan tingkat bandwidth yang besar," jelasnya lagi.
Para peneliti ini berfokus pada wilayah di berbagai negara yang memiliki setidaknya seratus kasus COVID-19 yang terkonfirmasi per tanggal 13 Maret 2020. Adapun data yang digunakan mencakup data yang diambil pada tanggal 26 sampai 27 Maret 2020 yang baru lalu. Peta tekanan internet global yang diterbitkan sendiri bisa diakses oleh semua pihak di sini.
Dari data-data tersebut, ditemukan bahwa di sebagian besar negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) yang terkena wabah COVID-19, kualitas internet masih relatif stabil. Namun, Italia, Spanyol, dan Swedia telah menunjukkan tanda-tanda ketegangan alias tekanan terhadap infrastruktur internet.
Menariknya lagi, para peneliti juga menemukan bahwa meski Malaysia memiliki kasus COVID-19 terkonfirmasi yang sedikit per tanggal 13 Maret 2020, tingkat tekanan internetnya justru lebih besar dari Cina, Italia, Korea Selatan, Spanyol, dan Jepang. Kelima negara pembanding yang disebutkan itu memiliki kasus COVID-19 terkonfirmasi yang beberapa kali lebih besar dari Malaysia per 13 Maret 2020.
Adapun Indonesia, berdasarkan data terakhir pada peta tekanan internet global, tidak atau belum mengalami tekanan terhadap infrastruktur internetnya. Namun, imbauan pemerintah untuk bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah yang jangka waktunya diperpanjang, membuat tekanan internet tersebut mungkin saja tejadi di Indonesia. Hal itu tentu menjadi pekerjaan tambahan untuk penyedia layanan internet termasuk operator seluler di Indonesia; mereka sewajarnya berusaha untuk tetap memberikan layanan yang terbaik.