Konsumen di Indonesia mencemaskan dampak COVID-19 terhadap kehidupan sehari-hari mereka.
Di sisi lain, mereka optimis bahwa situasi tidak menguntungkan ini hanya berlangsung hingga akhir Mei 2020.
Sentimen ini tercermin pada hasil riset terbaru dari startup SurveySensum yang bertajuk “SurveySensum COVID-19 Consumer Behavior Track.”
SurveySensum sendiri merupakan startup asal Tanah Air yang fokus menyediakan layanan Al-Enabled Customer Experience Management Platform.
Terkait hasil riset ini, Rajiv Lamba selaku CEO SurveySensum mengatakan “Sekitar 90% konsumen merasa kehidupan sehari-harinya terganggu sejak merebaknya COVID-19. Namun, 45% di antaranya yakin bahwa situasi ini akan segera membaik.”
Rajiv melanjutkan bahwa kekhawatiran terbesar di kalangan konsumen adalah apabila mereka atau keluarganya terserang COVID-19. Setidaknya ada 70% konsumen yang mengkhawatirkan hal tersebut.
Kekhawatiran ini bukan saja menyangkut kesehatan konsumen dan keluarganya, tetapi juga stigma sosial yang harus diterima.
“Bagi masyarakat Indonesia yang senang bersosialisasi, dampak sosial tidak kalah mengkhawatirkan dibanding dampak kesehatan COVID-19 itu sendiri. Mereka khawatir dikucilkan, tidak bisa bertemu dan bercengkerama dengan orang lain yang takut tertular COVID-19 selama berbulan-bulan,” tutur Rajiv.
Dalam survei yang dilakukan terhadap 500 konsumen ini juga menangkap kepanikan 59% konsumen apabila toko-toko yang biasa mereka kunjungi kehabisan stok makanan dan kebutuhan pokok.
“Kekhawatiran tersebut mendorong perubahan perilaku konsumen secara signifikan. Konsumen kini lebih fokus pada gaya hidup dasar yang mengutamakan kesehatan dan higienitas,” terang Rajiv.
“Perubahan terbesar adalah meningkatnya jumlah konsumen yang membeli cairan pembersih tangan. Angkanya melonjak hingga 85%. Orang-orang kini jauh lebih perhatian dengan higienitas tangannya dengan mengaplikasikan cairan pembersih tangan berkali-kali dalam sehari,” tambahnya lagi.
Selain itu, 55% konsumen yang disurvei oleh SurveySensum menyatakan lebih sering minum air dibandingkan sebelum COVID-19 merebak di Indonesia.
Mereka pun kembali ke prinsip dasar kesehatan dengan lebih sering mengkonsumsi makanan sehat seperti buah-buahan, sayur, dan vitamin.
Konsumen yakin bahwa dengan mengkonsumsi makanan sehat dan vitamin dapat meningkatkan imunitas tubuh sehingga mereka terhindar dari COVID-19.
Yang tak kalah menarik, 18% konsumen justru lebih sering berolahraga. Rajiv mengatakan “Konsumen memang menghindari pergi ke gym karena pembatasan sosial. Sebagai gantinya, mereka berolahraga di rumah atau di sekitar lingkungan rumahnya. Ini merupakan kesempatan bagi produsen perlengkapan olahraga untuk memfasilitasi konsumen berolahraga di rumah.”
Menurut Rajiv, sementara aktivitas terkait kesehatan meningkat, aktifitas lain yang berhubungan dengan kegiatan sosial, hiburan di luar rumah, transportasi, dan jalan-jalan menurun drastis.
Konsumen mengurangi aktifitas di luar rumah, keramaian, dan berkerumun untuk menghindari penularan COVID-19.
Berjalan-jalan di akhir pekan, misalnya, tidak lagi dilakukan oleh 77% konsumen di Indonesia.
Tak jauh berbeda, 76% konsumen mengurangi frekuensi pergi ke mall dan sebanyak 73% konsumen tidak berlibur sejak darurat COVID-19.
Aktifitas lain yang lebih jarang dilakukan konsumen yaitu berkumpul dengan teman-teman mereka serta makan di luar rumah.
Dengan berkurangnya berbagai kegiatan di luar rumah, perilaku konsumen terhadap penggunaan alat transportasi pun ikut menurun.
Pada akhir Maret 2020 lalu, 66% konsumen lebih jarang menggunakan jasa transportasi online baik Gojek maupun Grab, dan 65% konsumen mengurangi penggunaan transportasi umum.
Sementara itu terdapat 39% konsumen yang lebih jarang menggunakan kendaraan pribadinya.
Di sisi lain, dengan banyaknya konsumen yang bertahan di rumah merupakan kesempatan bagi industri digital untuk lebih berkembang lebih cepat.
Konsumen lebih terbuka dengan dunia digital dan aktifitas online. Selama masa darurat COVID-19, 70% responden SurveySensum COVID-19 Consumer Behavior Track menjajal setidaknya 1 kategori digital baru.
SurveySensum menanyakan lebih lanjut apa saja kategori yang baru pertama kali dicoba oleh para konsumen.
Hasilnya, 38% konsumen mengatakan baru mencoba berkonsultasi dengan tenaga medis secara online.
Konsumen layanan pendidikan online juga ikut naik 34 persen mengingat para siswa harus belajar di rumah.
Dalam hal ini layanan digital HaloDoc dan Ruang Guru meraup ceruk yang lebih besar dibanding sebelum COVID-19 merebak.
Teknologi yang mendukung konsumen bekerja di rumah turut mengalami peningkatan. Sebanyak 27 persen konsumen mencoba aplikasi dan perangkat lunak untuk bekerja seperti Microsoft, Zoom, Skype, dan sejenisnya.
Semakin banyaknya waktu di dalam rumah mendorong konsumen bereksplorasi dengan pilihan hiburan.
Misalnya, 25% konsumen untuk pertama kalinya menonton siaran hiburan digital seperti Netflix, Viu, dan sebagainya. Tak hanya hiburan, aplikasi belanja online dijajal oleh 20% konsumen sedangkan aplikasi fitness 13% konsumen.
Konsumen Harapkan Pelaku Usaha Lebih Berempati dan Tidak Serakah
Di tengah situasi yang kurang menguntungkan bagi sebagian besar konsumen, pelaku usaha diharapkan lebih berhati-hati dalam memasarkan produk.
Di satu sisi, pelaku usaha memang harus tetap mempertahankan konsistensi identitas merek, namun di sisi lain konsumen tidak ingin para pemilik merek mengeksploitasi COVID-19 untuk mempromosikan produknya.
“Saat ini kita semua khawatir, cemas, sehingga para pelaku usaha diharapkan lebih menunjukkan simpati dan empatinya. Konsumen memahami bahwa pelaku usaha harus menjual produknya ke mereka, namun sebaiknya dengan cara yang lebih halus. Tidak bisa serta merta mengatakan ‘Anda harus minum ini supaya tidak tertular COVID-19’.”
Rajiv menuturkan, “Tunjukkan bahwa merek Anda ikut berkontribusi positif melawan COVID-19 misalnya dengan kegiatan sosial. Bisa juga dengan ikut mengedukasi konsumen bagaimana beradaptasi dengan situasi saat ini. Buktikan bahwa merek Anda ikut memperbaiki situasi dari sudut pandang yang lebih optimistis.”
Rajiv menambahkan, Ruang Guru adalah salah satu contoh yang baik. Alih-alih serakah mengeruk uang dari kegiatan belajar di rumah, aplikasi belajar online ini justru memberikan promosi akses gratis selama beberapa minggu bagi para pelajar.
Contoh lain adalah Gojek dan Grab yang ikut mengedukasi konsumen menghindari kontak fisik dengan mitra pengemudi saat mengirimkan makanan.
Kegiatan aktivasi dengan tujuan mendukung masyarakat, mengedukasi konsumen mengenai kesehatan, higienitas dan kebersihan memang menjadi sangat penting.
Untuk itulah pelaku usaha harus memahami perubahan perilaku konsumen secara terus-menerus.
Dengan demikian para pelaku usaha dapat lebih cermat mengidentifikasi mana sajakah kanal pemasaran yang dapat memberikan ROI (Return on Investment) tinggi.
Lebih lanjut Rajiv menekankan kepada pelaku usaha untuk semakin mengoptimalkan keberadaan produknya baik di pasar online maupun offline.
Hal ini terutama berlaku bagi produsen kebutuhan pokok, kesehatan dan higienitas yang masih akan terus menjadi incaran konsumen.
Fokus meningkatkan pertumbuhan penjualan online mutlak harus dilakukan mengingat konsumen pun mulai terbuka dengan pilihan berbelanja online.
Oleh karena itu pelaku usaha perlu melakukan optimalisasi UI/UX dari aplikasi maupun website e-commerce.