Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengumumkan akan membatasi visa karyawan perusahaan teknologi China termasuk Huawei. Kebijakan ini berpotensi meningkatkan ketegangan AS dengan China.
"AS akan menerapkan pembatasan visa pada karyawan tertentu ... dari perusahaan teknologi China seperti Huawei yang memberikan dukungan material kepada rezim yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran global," ujar Mike Pompeo.
Mike Pompeo menambahkan perusahaan telekomunikasi di seluruh dunia "harus menganggap telah mendapatkan pemberitahuan" bahwa jika mereka melakukan bisnis dengan Huawei, "mereka melakukan bisnis dengan pelaku pelanggaran hak asasi manusia."
Lantas apa alasan AS membidik Huawei? Dalam sebuah pernyataan terpisah terkait kasus muslim minoritas China, Mike Pompeo menuduh Huawei sebagai "perpanjangan tangan Partai Komunis China dan pemerintah untuk melakukan sensor terhadap pembangkangan politik dan memungkinkan kamp-kamp penahan masal di Xinjiang dan perbudakan kontrak yang dikirim ke seluruh penjuru China," seperti dikutip Reuters.
Huawei menolak tudingan yang disampaikan oleh Mike Pompeo dan menyatakan perusahaan teknologi ini sebagai perusahaan independen yang tak ada hubungannya dengan pemerintah China.
"Huawei beroperasi secara independen dari pemerintah China. Kami adalah perusahaan swasta milik karyawan. Kami kecewa dengan tindakan tidak adil dan sewenang-wenang ini untuk membatasi visa karyawan kami," ujar Juru Bicara Huawei.
Hubungan AS dan China dalam beberapa tahun terakhir memang tak harmonis. Sebelum AS meletuskan perang dagang dengan China, lalu bergeser ke perselisihan teknologi dengan menuding perusahaan China mencuri teknologi AS dan perangkatnya bisa disusupi pemerintah China.
Sumber perselisihan lainnya adalah soal perlakuan China terhadap muslim Uighur, virus corona Covid-19 dan UU China terhadap Hong Kong. Terbaru adalah kasus penempatan milik China di Laut China Selatan.