Ingin menjadi perusahaan finansial paling berharga pada tahun 2023, tidak hanya pada pasar untuk masyarakat kebanyakan melainkan juga pada pasar untuk kalangan lebih atas, Pegadaian melakukan transformasi digital sejak tahun 2018. Pegadaian pun mengambil strategi transformasi digital yang dibagi ke dalam tiga fase untuk mencapai tujuan tahun 2023-nya itu. Cloud, tepatnya public cloud, menjadi salah satu andalan Pegadaian dalam mempercepat inovasi dan menurunkan risiko sehubungan transformasi digital yang dilakukannya tersebut. Hal ini terungkap pada webinar “InfoKomputer Leap Ahead: Building Digital Resilience with Cloud” yang berlangsung Kamis lalu.
Namun, sebagai BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Pegadaian tidak bisa sebebas perusahaan swasta dalam mengadopsi cloud. Terdapat berbagai aturan spesifik BUMN yang harus dipenuhi oleh Pegadaian. Dua yang utama adalah Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 yang mengatur BUMN seperti Pegadaian untuk menyimpan data di Indonesia, serta KPI (key performance indicator) BUMN yang masih berfokus pada utilisasi capex dan pengurangan opex. Dua hal yang bisa dibilang tidak sejalan dengan karakteristik cloud itu sendiri. Alhasil, Pegadaian mengklaim belum bisa mengadopsi cloud secara penuh.
Ingin menjadi perusahaan finansial paling berharga pada tahun 2023, tidak hanya pada pasar untuk masyarakat kebanyakan melainkan juga pada pasar untuk kalangan lebih atas, Pegadaian melakukan transformasi digital sejak tahun 2018. Pegadaian pun mengambil strategi transformasi digital yang dibagi ke dalam tiga fase untuk mencapai tujuan tahun 2023-nya itu. Cloud, tepatnya public cloud, menjadi salah satu andalan Pegadaian dalam mempercepat inovasi dan menurunkan risiko sehubungan transformasi digital yang dilakukannya tersebut. Hal ini terungkap pada webinar “InfoKomputer Leap Ahead: Building Digital Resilience with Cloud” yang berlangsung Kamis lalu.
Ketiga fase yang digunakan oleh Pegadaian dalam strategi transformasi digitalnya adalah digitize, diversify, dan dominate. Digitize merujuk pada adopsi teknologi digital terdepan dan cara kerja yang lincah alias agile, diversify pada melakukan ekspansi termasuk pada berbagai kanal baru, sedangkan dominate pada dominasi pasar untuk masyarakat kebanyakan yang saat ini sudah dilayani dan pasar untuk kalangan yang lebih atas.
Namun, sebagai BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Pegadaian tidak bisa sebebas perusahaan swasta dalam mengadopsi cloud. Terdapat berbagai aturan spesifik BUMN yang harus dipenuhi oleh Pegadaian. Dua yang utama adalah Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 yang mengatur BUMN seperti Pegadaian untuk menyimpan data di Indonesia, serta KPI (key performance indicator) BUMN yang masih berfokus pada utilisasi capex (capital expenditure) dan pengurangan opex (operating expense). Dua hal yang bisa dibilang tidak sejalan dengan karakteristik cloud itu sendiri. Alhasil, Pegadaian mengklaim belum bisa mengadopsi cloud secara penuh. Adopsi cloud yang dilakukan Pegadaian pun lebih pada fase digitize yang memang fase untuk menghadirkan aneka inovasi produk dan proses dengan memanfaatkan teknologi digital.
“Kita, karena, specifically state own enterprise, BUMN, mungkin agak sedikit berbeda dengan Blue Bird tadi, di mana kita in term of regulations, regulate by OJK, in some areas juga kita di-highlight oleh BI, gitu kan. Jadi kita in term of compliance-nya agak sedikit ketat. Jadi kita mengadopsi cloud, gak dalam bentuk full scale adoption. Jadi ada, apa, partial adoption, yang penting kita pengen ada tiga matriks yang akan kita kejar,” jelas Bhimo Wikan Hantoro (Head of Innovation Squad, Transformation Office Division, Pegadaian).
Adapun ketiga matriks yang dimaksud oleh Pegadaian adalah kecepatan alias faster time to deploy, sifat dari berbagai inovasi yang dilakukan masih berupa eksplorasi, dan banyak dari inovasi yang dilakukan masih rendah ketergantungannya maupun terpisah dengan bagian lain dari sistem TI Pegadaian. Dengan kata lain, penggunaan cloud oleh Pegadaian lebih kepada prototyping maupun pilot project serta change management.
“Waktu kita adopsi project management tool, karena kita pengen cepat, gitu kan, kita pakai model cloud basis, jadi semua dokumentasi kita, kita rubah ke model digital dan kita store di sana. Cuma memang, tadi ya saya jelaskan lagi, kita hanya untuk rapid prototyping. Jadi setelah tiga bulan kita selesai, kita balikin lagi ke on-premises,” papar Bhimo Wikan Hantoro mengenai workload pertama Pegadaian di cloud sehubungan transformasi digital.
Seperti banyak perusahaan lain, pandemi COVID-19 juga membantu Pegadaian dalam proses transformasi digitalnya, tidak hanya sehubungan karyawannya melainkan juga konsumennya. Sebelum pandemi COVID-19, transformasi digital Pegadaian traksinya lambat. Apalagi, sebagai perusahaan dengan umur 119 tahun, salah satu yang tertua di Indonesia, tentunya terdapat berbagai tantangan melakukan transformasi digital di sana. Berbagai inovasi yang “dikembangkan” Pegadaian di cloud pun mendapatkan traksi yang lebih tinggi berkat pandemi COVID-19, seperti perkakas kolaborasi, tanda tangan digital, dan kanal digital untuk konsumen. Hal itu pun turut menggarisbawahi bagaimana cloud bisa membantu perusahaan dalam mempercepat inovasi.