Pertengahan tahun ini, Huawei sempat mengalahkan Samsung sebagai pabrikan smartphone terbesar di dunia, menurut versi firma riset pasar Canalys. Namun, kejayaan itu mungkin tak berlangsung lama.
Bahkan, Huawei bakal menyusul nasib Nokia, sang mantan raja ponsel yang kalah bersaing dengan para pemain lain.
Sebab, ada laporan yang menyebutkan bahwa Huawei hanya berencana memproduksi 50 juta unit smartphone pada 2021.
Angka yang kabarnya diinformasikan oleh Huawei kepada para sub-kontraktor di Korea.
Selatan itu berbeda jauh dari 2019, saat Huawei mengirimkan 240 juta unit smartphone. Pada 2020 pun, angka pengiriman smartphone Huawei diperkirakan 190 juta unit.
Penyebab di balik penurunan jumlah produksi itu disinyalir tak lain adalah imbas dari konflik politik bilateral antara Amerika Serikat dan Cina.
Pertengahan tahun 2019 lalu, pemerintah AS di bawah Donald Trump memasukan Huawei ke daftar hitam entity list.
Ponsel-ponsel Huawei pun tidak bisa menggunakan teknologi dan software buatan perusahaan AS, seperti aneka aplikasi dan layanan dari Google.
Kemudian, mulai 15 September nanti, Huawei juga akan menghentikan produksi chip Kirin yang biasa dipakai untuk smartphone buatannya. Ini juga disebabkan oleh tekanan dari pemerintah AS.
Situasi yang dihadapi Huawei memang berbeda dengan Nokia. Nokia, merek legendaris yang pada zaman keemasannya seakan tak tertandingi, akhrnya tumbang karena kurang gesit mengantisipasi Android yang mulai muncul tahun 2010.
Namun keduanya memiliki kesamaan dari segi popularitas. Huawei dalam beberapa tahun terakhir selalu masuk tiga vendor smartphone besar dunia. Mirip pula seperti Nokia dulu, sebagaimana dihimpun Phone Arena.
Apabila Huawei tumbang, yang bakal paling diuntungkan adalah Samsung dan Apple selaku dua pesaing terbesarnya di industri smartphone. Apple dan Samsung bisa mencaplok pangsa pasar yang ditinggalkan oleh Huawei di Eropa.
Sementara di Cina yang merupakan pasar domestik Huawei, ada Xiaomi yang bisa mengambil market share di segmen bawah dan menengah.