Konsisten mencatatkan pertumbuhan positif, bisnis smartphone Asia Pasifik akhirnya harus 'tunduk' oleh pandemi COVID-19.
Sepanjang bulan Januari hingga Juli 2020, pasar smartphone di kawasan ini menciut 20% dengan meraup hanya sekitar US$119 miliar, atau menurun sekitar US$30 miliar dari capaian di periode yang sama tahun 2019. Secara keseluruhan, jumlah smartphone yang dibeli oleh konsumen Asia Pasifik cuma mencapai 329 juta unit atau berkurang sebanyak 97 unit dari angka tahun lalu.
Menurut GfK Point of Sales tracking terbaru, lima belas pasar di Asia Pasifik mengalami penurunan nilai pasar yang bervariasi, mulai dari penurunan satu digit di Indonesia (-4%) dan di Thailand (-7%), sampai dengan penurunan dua digit seperti di India dan Singapura (-42%). Satu-satunya pasar yang malah memperlihatkan pertumbuhan marjinal adalah Taiwan (1%).
China, sebagai pasar pertama yang terdampak oleh pandemi, berhasil melambung kembali lebih cepat dari pasar-pasar utama lainnya di Asia Pasifik. Nilai penjualan pasar smartphone China di bulan Januari hingga Juli paling kecil terdampak (-15%) dibandingkan dengan Korea (-17%), Jepang (-33%), dan India (-42%).
“Pasar smartphone di kawasan ini paling terpukul di kuartal kedua, bersamaan dengan dimulainya masa lockdown oleh banyak negara di sini. Di saat itu pula kami mulai melihat adanya tren-tren baru dan perubahan permintaan konsumen untuk produk yang tahan lama (durable goods)," Alexander Dehmel, Market Insights Lead APAC GfK memaparkan.
Berdasarkan kategori produk yang diamati Gfk, konsumen mulai membeli lebih banyak produk kebutuhan rumah tangga (bekerja, masak, hiburan), bergeser dari gadget terkait mobilitas, seperti smartphone dan perangkat wearable.
Yang menarik, pandemi dan dampak negatifnya terhadap ekonomi agaknya tidak menyurutkan antusiasme konsumen terhadap smartphone 5G, khususnya di China dan Korea. GfK mencatat peningkatan penetrasi smartphone 5G secara berturut-turut dari bulan ke bulan. Pada bulan Juli angkanya mencapai 51% di China dan 40% di Korea. Passr lain yang juga mengalami kenaikan adalah Hong Kong di mana satu dari tiap empat smartphone (29%) yang terjual di bulan Juli adalah smartphone dengan fitur 5G.
“Meski hanya enam pasar di kawasan ini yang sudah mulai menggelar layanan 5G, sudah ada satu dari lima (21%) dari total penjualan smartphone atau hampir 62 juta unit smartphone yang terjual di tuiuh bulan pertama adalah 5G-enabled, utamanya didorong oleh China dan Korea," jelas Dehmel. Menurut Dehmel, penyebabnya tidak hanya karena kedua negara ini memang lebih dulu menggelar layanan 5G dibandingkan dengan pasar lainnya. "Tingkat adopsi yang tinggi juga dilatarbelakangi fakta bahwa kedua pasar ini adalah negara di mana produsen smartphone terbesar di dunia berada, menawarkan konsumen di sana akses pertama ke perangkat mobile 5G terbaru," imbuh Alexander Dehmel.
Temuan penting lainnya adalah pandemi ini telah mengubah consumer spending untuk smartphone. Temuan Gfk di pasar smartphone Asia Pasifik dari paruh pertama 2020 ini mengungkapkan adanya peningkatan popularitas model smartphone di segmen entry dan low hingga segmen menengah yang menawarkan value feature dengan harga terjangkau. Sementara segmen harga yang dominan di pasar berkembang di Asia Pasifik ini masih di harga US$100 – 200, yang meraih 56% dari total pangsa pasar. Di pasar yang lebih maju, terjadi pergeseran pangsa pasar dari smartphone di segmen harga >US$800 ke segmen harga US$ 400-600.
“Kami berharap pasar pulih di kuartal terakhir menuju 2021, dengan asumsi situasi COVID-19 akan membaik dan terjaga di pasar lokal," ujar Dehmel. Selanjutnya Alexander Dehmel memprediksi bahwa pasar smartphone Asia Pasifik akan kembali ke pertumbuhan seperti sebelumnya di paruh kedua 2021, didorong utamanya oleh perangkat 5G yang akan diluncurkan vendor ke pasar-pasar utama 5G dengan harga yang lebih terjangkau untuk diadopsi secara massal.