Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mendesak agar Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menerbitkan regulasi tentang SMS penawaran yang banyak dikeluhkan masyarakat.
Ketua KKI David Tobing mengatakan desakan ini muncul akibat maraknya SMS penawaran yang dikirimkan kepada pelanggan operator seluler tanpa persetujuan pengguna.
"Kami minta agar ada aturan yang mengikat para pelaku usaha jasa telekomunikasi agar menghentikan SMS penawaran yang tidak sesuai dengan prinsip perlindungan konsumen, bila perlu dikenakan sanksi tegas kepada pelaku usaha yang melanggar" jelas David.
Dalam keterangan resminya, KKI mengatakan hampir semua pengguna seluler dibanjiri SMS promosi, baik yang dikirim langsung oleh operator seperti nada sambung pribadi (NSP) maupun dari pihak ketiga yang menawarkan aneka produk seperti makanan, elektronik, properti, perbankan, dan sebagainya. SMS promosi juga diketahui dikirimkan ke pengguna, apabila memasuki suatu kawasan pusat perbelanjaan.
David mengatakan desakan regulasi tidak terbatas pada prmosi berbentuk SMS saja, namun juga yang dimunculkan melalui iklan pop-up. Ia menduga ada semacam keja sama antara operator seluler dan pihak ketiga untuk menjual kartu prabayar berharga murah, yang di dalamnya berisi bundling promosi dari pihak ketiga. Promosi-promosi itu dikirim ke pengguna yang telah membeli kartu prabayar tersebut melalui SMS penawaran.
"Saya menduga untuk kartu-kartu prabayar yang diskon atau promo ada kerja sama dengan merchant-merchant," katanya melalui sambungan telefon.
Menurut David, seharusnya pengguna memiliki hak apakah setuju atau tidak menerima SMS penawaran tersebut. Hal ini yang dikenal dengan istilah do not call register yang melarang pelaku usaha jasa telekomunikasi mengirim SMS penawaran kepada pelanggan yang sudah menyatakan tidak setuju dikirimi SMS penawaran.
Menurut KKI, SMS penawaran yang dikirimkan tanpa seizin pengguna melanggar pasal 26 UU ITE yang berbunyi: Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.
"BRTI harus mengatur tentang pemberian keleluasaan kepada konsumen untuk menolak/tidak menyetujui layanan, mengatur larangan penawaran SMS dan atau batasan konten yang termasuk dalam layanan penawaran SMS," ujar David.
Selain itu, BRTI juga diminta mengatur batasan waktu penawaran kepada konsumen yang menyetujui menerima SMS, serta ditetapkannya suatu sanksi atas pelanggaran aturan tersebut.
Lebih lanjut, David mengatakan bahwa BRTI bisa meniru aturan yang diterapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memperlakukan konsumen penerima layanan jasa keuangan. Aturan yang dimaksud membatasi para pelaku usaha keuangan untuk menyampaikan informasi melalui SMS pada hari Senin-Sabtu, di luar hari libur nasional pukul 08.00-18.00 WIB.
Desakan regulasi ini merupakan langkah lanjutan David Tobing sebagai kuasa hukum anggota ombudsman Alvin Lie yang mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo) dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Untuk diketahui, masalah ini bermula sejak Februari 2020, di mana Indosat mengirimkan SMS penawaran berulang kali ke penggunanya di waktu yang dinilai tidak tepat, seperti di atas jam 18.00 - 02.30 WIB.
Di sisi lain, David menilai Menteri Komunikasi dan Informatika melakukan pembiaran, sehingga SMS penawaran yang dinilai mengganggu pengguna, terus menerus berlangsung.