Bertepatan dengan perayaan Hari Tani Nasional yang jatuh tiap 24 September, Crowde, startup tekfin di bidang pertanian berkesempatan mengunjungi para mitra petani di Sukabumi.
Dalam acara bertemakan "#BersamaPetani Merayakan Hari Tani", yang diadakan pada 22 - 23 September 2020, Crowde menyapa sekaligus melihat langsung kondisi para mitra petani di tengah pandemi.
Meski sektor pertanian mencatat pertumbuhan sebesar 16,4% ketika pandemi, tetapi kondisi ini berbalik dengan petaninya yang justru memprihatinkan. Crowde menemukan fakta di lapangan bahwa ada beberapa dampak yang dirasakan petani selama masa pandemi ini.
Petani hadapi harga pangan yang terus turun
Saat pandemi, petani harus menghadapi harga bahan pangan yang terus turun. Petani terpaksa harus menjual hasil panennya dengan harga yang lebih rendah dari biasanya. Itu artinya, keuntungan yang diperoleh petani juga makin berkurang.
Terbatasnya akses mobilisasi karena sejumlah kebijakan pemerintah membuat petani juga kesulitan mendistribusikan hasil panen ke daerah-daerah lain, sehingga hanya bisa memasarkannya di pasar lokal.
Hal ini membuat fluktuasi harga pangan menjadi makin parah. Ketika keuntungan berkurang, petani juga menjadi makin sulit untuk memulai budidayanya kembali. Para petani juga mengaku kesulitan membeli obat-obatan untuk penyakit tanaman dengan tepat waktu. Akibatnya, proses budidaya mereka jadi tidak maksimal.
Daya beli turun, petani merugi
Berbagai kebijakan yang diterapkan saat pandemi, salah satunya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) telah mengubah pola konsumsi pangan masyarakat kita. Imbasnya daya beli terhadap bahan pangan menurun, sehingga petani makin merugi.
Banyaknya tempat makan dan tempat-tempat lain yang biasa membutuhkan bahan pangan sebagai bahan baku harus terpaksa tutup, hingga akhirnya mengurangi tingkat pembelian hasil produksi tani. Walhasil banyak hasil panen mereka yang tidak laku terjual dan dibiarkan busuk.
Kesejahteraan petani jadi terancam
Harga bahan pangan yang tidak stabil, diikuti akses distribusi yang terbatas, dan diperparah oleh daya beli konsumen yang menurun, membuat petani makin berada di ujung tanduk.
Bahkan data menunjukkan pada bulan Mei lalu, NTP (Nilai Tukar Petani) berada di bawah angka 100, yang artinya petani mengalami defisit; pengeluaran lebih besar dari pemasukan.
Melihat fakta yang terjadi di lapangan, Crowde berupaya meminimalisir dampak yang dialami para mitra petani dengan menempatkan Farmers Consultant (FC) dan Field Agent (FA) sebagai tim yang bertugas di garda terdepan untuk memonitor dan membimbing petani saat menjalankan budidaya.
FC dan FA akan menampung segala cerita dan keluhan mitra petani Crowde, yang ditempatkan langsung di lokasi proyek usaha tani.
“Untuk bisa maju bersama dan mendukung petani, berbagai fasilitas harus diberikan seperti menyediakan koordinator di lapangan, memberikan akses pasar hasil panen, juga memberi modal saprodi dan biaya atau upah pekerja," ungkap Aldy Ramadiansyah (Marketing Creative Lead Crowde).