Find Us On Social Media :

Inilah Strategi Paragon Technology dalam Memasuki Era Industri 4.0

By Rafki Fachrizal, Jumat, 13 November 2020 | 20:15 WIB

Ilustrasi Industri 4.0

Di tengah perkembangan industri manufaktur yang memasuki era Industri 4.0, salah satu perusahaan Indonesia yang bergerak di industri manufaktur yaitu Paragon Technology and Innovation (PTI), sedang merencanakan perkembangan industrinya melalui pemanfaatan teknologi terkini (seperti AI, IoT, dan Big Data) guna mengefisiensi proses bisnis dan meningkatkan daya saing.

Untuk diketahui, PTI sendiri merupakan perusahaan manufaktur di bidang kosmetik yang telah menciptakan brand-brand seperti Wardah, Make Over, Emina, IX, Putri, dan Kahf.

Dalam webinar InfoKomputer TechGathering yang digelar Kamis (12/11), Dwiwahyu Haryo Suryo, EVP & Chief Supply Chain Officer di PTI, mengatakan bahwa Industri 4.0 dengan mengadopsi teknologi terkini menjadi penting bagi PTI lantaran adanya kompleksitas tersendiri dalam hal operasional yang dihadapi perusahaan tersebut.

“Kompleksitas yang kita hadapi di industri kosmetik, kita harus terhubung dengan ribuan SKU yang kita punya yang saat ini ada lebih dari 1.400. Kemudian, jumlah Raw Material yang lebih dari 1.100 dan Packaging Items yang kita tangani juga cukup kompleks sampai lebih dari 4.000. Dalam waktu yang sama, kita juga harus me-manage network dari lebih 300 supplier baik level global dan juga lokal. Kita sendiri sekarang sudah memiliki sekitar 40 DCs di seluruh Indonesia dan ada satu di Malaysia,” jelas Dwi.

Tidak hanya itu, kompleksitas lainnya ada di area omni channel distributions. Hal itu lantaran semakin menjamurnya online store yang saat ini menjadi pilihan banyak masyarakat untuk membeli produk, tidak hanya melalui offline store.

Menjawab kompleksitas tersebut, hal yang PTI lakukan adalah menajamkan kembali proses bisnis di Sales & Operation Planning (S&OP). “Tema yang kita ambil untuk S&OP adalah "To live and to grow with complexity,” karena kompleksitas adalah alasan kita bisa bertumbuh,” cetus Dwi.

Dalam hal tersebut, Dwi menjelaskan bahwa fokus utama yang ingin dicapai adalah menyelaraskan demand anticipation, sehingga PTI bisa memiliki orkestrasi yang flawless dengan para supplier-nya, pabriknya, logistik, dan distribusi. Sehingga, perencanaan cash management bisa berlangsung sesuai dengan perencanaan perusahaan.

Kompleksitas ini sendiri juga dijawab dengan melibatkan cost functional improvement dan juga cost functional commitment yang kuncinya harus dibuat simpel, di mana ada campur tangan dari proses digital seperti AI dan IoT.

“Nah, dengan IoT yang kita harapkan sebenarnya apa sih? Adalah interkoneksi sebenarnya. Mulai dari perencanaan kita di up stream sampai juga nanti secara product flow dari supplier ke pabrik Paragon kemudian ke Parama distribution (anak perusahaan PTI yang me-manage distribusi), lalu sampai ke customer dan akhirnya ke end consumer. Dan juga memastikan input balik dari consumer bisa kita cerna, nah ini masalah big data management. Karena source-nya bisa bermacam-macam itu bisa terolah dengan baik dan akhirnya bisa memberikan inovasi kita ke depan sebagai competitive advantage memenangkan persaingan di pasaran yang tidak mudah,” papar Dwi.

Baca Juga: Tren Pemanfaatan IoT di Industri Manufaktur

Tiga Tantangan Besar Supply Chain Management

Kembali dijelaskan Dwi, menurutnya tantangan terbesar di supply chain management ada tiga kelompok besar. Yang pertama, bagaimana perusahaan memastikan omni channel ada di heart of corporate strategy.

“Apalagi dengan pandemi ini kita juga melihat perkembangan e-commerce, tidak hanya di Paragon tapi juga perusahaan lain mencermati high double-digit growth untuk channel di e-commerce. Kita sendiri tahun lalu baru menyediakan tiga sentra e-commerce, dan kita sudah gerak cepat di mana tahun ini sudah bangun 40 sentra e-commerce di seluruh Indonesia,” ucap Dwi.

Selanjutnya yang kedua adalah menyelaraskan IT investment dan juga membangun kultur big data di perusahaan. Sedangkan yang ketiga, perusahaan harus bisa dengan sukses melakukan balance antara efficiency vs agility vs resilience.

Baca Juga: Serangan DNS Mengancam Industri Manufaktur dan Supply Chain Global

Strategi Utama PTI

Sejak tahun 2018, PTI mengaku sudah melakukan perencanaan lima tahun ke depan dengan progress yang dilakukan cukup cepat. “Dan di 2020 ini sebenarnya adalah salah satu transisi yang sebagai titik awal kita melakukan akselerasi untuk Industri 4.0 di mana big data, kemudian AI sudah mulai kita canangkan,” ujar Dwi.

Nantinya, dari tahun 2020 menuju tahun 2022, perencanaan yang akan dilakukan PTI di antaranya big data management, learning operations – AI embedded, automation & robotics as relevant.

Untuk mempermulus jalannya perencanaan tersebut, PTI menerapkan konsep 3 P + D. 3 P terdiri dari Production System Design, Product Design, dan People. Sedangkan D mewakili dari Good Data.

“Pertama Production System Design, karena kami adalah perusahaan yang sangat kental dengan inovasi, jadi produk design ke depan perlu di mapping dengan baik. Jangan sampai kita menyempurnakan packing line kita, misalnya, tapi kita tahu bahwa peralatan di line tersebut akan diganti dua tahun lagi karena inovasinya akan berbeda,” tutur Dwi.

Kemudian, Product Design yang terkait dengan peralatan. Sedangkan yang ketiga yakni People yang menjadi salah satu perhatian penting perusahaan.

“Terkait People, kalau kita tidak hati-hati dalam penyampaian atau komunikasinya, membuat mereka misalnya beranggapan bahwa Industri 4.0 bisa menghilangkan pekerjaan mereka. Jadi tentunya people mapping dari skill dan kompetensi ini perlu diperhatikan dengan seksama. Kemudian organization design-nya, karena biar bagaimana pun skill set yang dibutuhkan akan berbeda di mana ada tipe pekerjaan yang barang kali menghilang tapi ada pekerjaan baru yang bermunculan sejalan dengan implementasi dari teknologi seperti IoT,” kata Dwi.

Terakhir adalah Good Data. Jadi, ini adalah suatu peluang untuk perusahaan benar-benar melakukan screening mana saja data yang dibutuhkan dan mana saja data yang tidak dibutuhkan.

Selain menerapkan 3 P + D, ada hal lain yang juga tak kalah penting di perhatikan perusahaan, yaitu terkait business cases. “Karena biar bagaimana pun perusahaan akan melihat investment return. Sehingga, kalau kita sudah melakukan exercise di area 3 P + D, mengemas dalam satu journey yang bisa dipahami dan eksekusi dengan convincing business case yang utamanya kita bisa meng-secure top management commitment, maka journey kita akan bisa berjalan dengan baik,” ungkap Dwi.

Lebih lanjut, setelah hampir tiga tahun menerapkan konsep tersebut PTI sudah melakukan banyak exercise terutama di people competence, business process, dan product design.

“Kita sudah mengeliminasi banyak hal di area people atau manual operation, utamanya Excel yang kita pindah ke sistem. Kemudian implementasi dari MRP, end-to-end process dan product traceability. Di area IoT, kita juga step up termasuk di QSHE dan manufacturing performance. Dan akhir november ini, mudah-mudahan kita sudah integrasi S&OP, supplay planning dan distribution tools, sehingga kita bisa memprediksi dengan lebih baik di down stream untuk proses perencanaan ke depan,” jelas Dwi.

Sedangkan target untuk dua tahun ke depannya, dengan berlandaskan konsep tadi PTI akan melakukan beberapa hal yang di antaranya membangun data-driven culture untuk meningkatkan business intelligence, mengeksplorasi kapabilitas prediktif melalui teknologi AI, meningkatkan biaya untuk daya saing lewat adopsi robotic dan automation, serta melakukan integrasi supplier dan customer.

Baca Juga: Mencermati Proses Manufaktur dan Jenis Pekerjaan Baru di Industry 5.0