Find Us On Social Media :

Pendapatan Keamanan Jaringan di APAC Bakal Capai US$1,4 Miliar, Ini Penyebabnya

By Liana Threestayanti, Selasa, 17 November 2020 | 11:40 WIB

Ilustrasi keamanan siber.

Pendapatan pasar keamanan jaringan di kawasan Asia Pasifik diperkirakan akan mencapai US$1,4 miliar pada tahun 2024.

Ancaman pencurian data perusahaan yang terus meningkat kian mencuatkan isu pengamanan jaringan perusahaan. Tak heran jika GlobalData memprediksi pendapatan dari bisnis keamanan jaringan di Asia Pasifik akan mencapai US$1.4 miliar pada 2024. 

Pengeluaran keseluruhan untuk keamanan jaringan di kawasan ini diharapkan tumbuh dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR) 1,3% selama periode 2019-2024. Pada 2019, sektor manufaktur, dan perbankan, layanan keuangan, dan asuransi berkontribusi masing-masing sebesar 15% dan 14%, terhadap pendapatan total dari network spending. Dan sektor-sektor ini diprediksi akan menyumbang 28% dari total pendapatan keamanan jaringan di tahun 2024. 

Pengeluaran sektor pemerintahan untuk keamanan jaringan akan mengalami Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan (CAGR) sebesar 2,8% di periode yang sama. Hal ini karena pemerintah harus memastikan keamanan dan privasi data personal masyarakat yang diakses melalui perangkat mobile atau perangkat pribadi lainnya. 

Rohit Sharma, Senior Technology Analyst, GlobalData, menyebutkan tiga jenis ancaman yang menjadi faktor utama di balik pertumbuhan pendapatan di pasar keamanan jaringan, yaitu serangan ransomware, serangan yang ditargetkan (targeted attack), dan phishing. 

Di 2019, pendapatan keamanan jaringan di pasar China dan Jepang mencapai ⅗ dari total pendapatan Asia Pasifik. Pasar China mencapai lebih dari sepertiga dari pendapatan total. Hal ini karena pemerintah China yang terus meningkatkan keamanan jaringan di negaranya. China memperkenalkan aturan baru tentang keamanan siber yang kemudian memaksa perusahaan-perusahaan mengadopsi keamanan jaringan.  

Pengembangan teknologi-teknologi baru, seperti Artificial Intelligence, industrial Internet, dan teknologi 5G juga telah mendorong kebutuhan solusi keamanan jaringan. Aturan yang sama juga telah diperkenalkan di negara-negara lain, seperti Singapura (Cybersecurity Bill) dan Malaysia (Anti-Fake News Law).

“Pandemi COVID-19 telah memaksa banyak pekerja untuk bekerja jarak jauh demi kelangsungan bisnis. Akibatnya ancaman pencurian data meningkat karena fitur-fitur keamanan jaringan yang kurang resilient di sisi karyawan dan usaha kecil dan menengah yang harus bergelut dengan waktu untuk mengamankan jaringan miliknya. Dengan adanya penekanan terhadap keamanan dara, keamanan jaringan pun akan dibanjiri banyak permintaan dari perusahaan dalam beberapa tahun ke depan," Rohit Sharma menyimpulkan.