Find Us On Social Media :

70% Pengguna Medsos Sebar Berita Tanpa Baca, Turnitin Beri Solusi Penangkal Hoaks

By Liana Threestayanti, Selasa, 15 Desember 2020 | 15:45 WIB

Ilustrasi Turnitin

Sebuah penelitian menemukan bahwa sekitar 70 persen pengguna media sosial di Indonesia mengaku berbagi berita tanpa membaca artikelnya. 

Sementara pada pertengahan Juni 2020, Kepolisian Republik Indonesia mengidentifikasi ada lebih dari 130.000 berita palsu (hoaks) terkait pandemi selama tiga bulan terakhir 

Saat ini, ketika internet telah menjadi bagian dari kehidupan sehari, masyarakat punmenjadi semakin mudah terpapar oleh limpahan informasi yang tersebar di dunia maya. Walhasil dunia digital yang dinamis ini membutuhkan pengguna online yang lebih cerdas untuk mendukung pemahaman yang lebih baik dalam mengkomunikasikan ide dan informasi. Yovita Marlina, Senior Manager Customer Growth kawasan Asia Tenggara, Turnitin mengatakan bahwa literasi digital merupakan jawaban atas tantangan di era ini karena hal tersebut membantu masyarakat untuk memahami teknologi sehingga mereka dapat menggunakannya dengan aman dan efektif. Kemampuan untuk menemukan, mengolah, serta membuat informasi secara daring agar bermanfaat merupakan bagian dari literasi digital. 

“Sangat penting bagi siswa untuk mempelajari hal ini sejak dini, terutama karena semakin berkembangnya pembelajaran berbasis daring. Namun, ketika informasi tersedia secara gratis, ada tantangan yang lebih besar untuk segera diatasi yaitu penyebaran informasi yang salah,” papar Yovita.

Menurut Yovita, seiring pesatnya digitalisasi di Indonesia, sangatlah penting bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi digital dan membatasi sebaran informasi yang salah. Ia mengambil contoh penyebaran hoaks selama pandemi COVID-19 yang telah menyebabkan kebingungan pada masyarakat. 

Karena itu, menurut Yovita, sangatlah penting untuk memastikan bahwa siswa dibekali dengan kemampuan berpikir kritis dalam mengevaluasi kredibilitas sumber dan membuat penilaian tentang informasi yang disajikan kepada mereka. 

“Terlalu besar konsekuensi yang dihadapi jika generasi muda tidak memiliki kemampuan ini,” tegasnya.

Yovita mengatakan bahwa meski masyarakat paham bahayanya menyebarkan berita palsu, banyak orang melakukannya secara tidak sengaja. GeoPoll dan Universitas Notre Dame melakukan penelitian tentang penyebaran informasi yang salah di Indonesia, dan menemukan bahwa di antara pengguna media sosial, sekitar 70 persen mengaku berbagi berita tanpa membaca artikelnya secara lengkap terlebih dahulu. Hanya 3 hingga 4 persen yang mengatakan bahwa mereka sengaja membagikan berita yang mereka tahu palsu.

Yovita menekankan perlunya literasi digital negara agar berhasil dalam ekonomi global dan mencegah penyebaran berita palsu. "Maka dari itu, pendidik harus memberdayakan siswa untuk memahami konsekuensi yang sesungguhnya dari penyebaran berita palsu, terutama di tengah pandemi. Dimulai dengan mengajarkan siswa betapa pentingnya memverifikasi sumber informasi yang dikutip dalam tugas sekolah mereka," anjurnya.

Untuk mendukung guru dalam mengedukasi siswa akan berita palsu, Turnitin telah merilis paket Source Credibility online yang berisi rencana pelajaran, video, kegiatan, dan panduan penilaian yang mendorong siswa untuk menemukan sumber yang lebih kredibel. Selain itu, alat seperti NewsGuard dapat membantu siswa memeriksa informasi dengan pandangan yang lebih kritis serta mengidentifikasi sumber terlegitimasi.”

“Pendidik benar-benar memiliki peran penting dalam memastikan bahwa generasi mendatang, sebagai bagian dari warga negara dunia, dilengkapi dengan kemampuan memilah antara yang palsu dan asli terkait informasi dan pemberitaan,” tutup Yovita Marlina.