Find Us On Social Media :

IDC & Red Hat: Pelatihan TI yang Konsisten Bisa Tingkatkan ROI

By Liana Threestayanti, Selasa, 9 Februari 2021 | 18:30 WIB

Ilustrasi Training dan Sertifikasi Red Hat

Pelatihan dan pembelajaran teknologi yang konsisten dapat membantu perusahaan mencapai return on investment (ROI) rata-rata tiga tahun sebesar 365%.

Hal itu terungkap dalam sebuah laporan dari IDC dan Red Hat Inc. Tidak hanya itu, berkat pelatihan pula, produktivitas tim DevOps meningkat 44%; efisiensi tim infrastruktur TI naik 34%; kecepatan deployment sumber daya TI meningkat 59%; dengan karyawan baru yang sudah dilatih, produktivitas penuh bisa dicapai 76% lebih cepat; dan kompetensi staf (untuk Red Hat OpenShift) naik 10x.

Hasil studi ini menjadi sangat penting jika melihat proyeksi IDC. Firma riset global ini memperkirakan bahwa perusahaan/organisasi akan membuat lebih dari 500 juta aplikasi baru secara global pada tahun 2023. Untuk mencapainya, organisasi TI tentu perlu melatih tim pengembangan agar menghasilkan aplikasi dan fitur-fitur yang mumpuni dan inovatif.

Dalam studi ini, IDC meneliti nilai dan manfaat yang diperoleh perusahaan/organisasi yang memiliki tim TI yang beragam, saat mereka menyelesaikan kursus training Red Hat melalui program Training dan Sertifikasi Red Hat. 

Studi ini melibatkan para pemimpin TI di berbagai perusahaan berskala besar, yang mencakup berbagai industri dan negara. Responden rata-rata mengirimkan 302 staf untuk mengikuti total rata-rata 363 kursus yang diselenggarakan Red Hat setiap tahun.

“Saat perusahaan/organisasi makin menimbang-nimbang kemana mereka menginvestasikan anggarannya, studi yang disponsori oleh Red Hat ini menemukan bahwa meningkatkan porsi anggaran transformasi digital yang biasanya dialokasikan sebesar 5 persen untuk training, menjadi 6,5 persen, dapat meningkatkan peluang mencapai target bisnis dari 50 persen menjadi lebih dari 80 persen,” ungkap Ken Goetz, Global Vice President, Core Services, Red Hat. 

Melalui pelatihan, nilai tahunan yang bisa diraih adalah rata-rata US$43.800 per karyawan yang dilatih, atau setara dengan US$5,71 juta per perusahaan. Staf TI yang terlatih akan menghasilkan produktivitas, mitigasi risiko, dan penghematan biaya infrastruktur TI yang lebih besar. 

Terkait dengan proses kerja, kesiapan kerja akan meningkat 76 persen ketika anggota tim yang baru terlebih dahulu menyelesaikan training Red Hat, dibandingkan 55 persen yang didapatkan kala mereka baru di-training dalam proses bergabung.

Tim dengan training Red Hat dapat menjalankan sumber daya TI - termasuk server fisik, VM, container, dan penyimpanan (storage) – 59 persen lebih cepat.  Lebih jauh, studi ini menemukan bahwa tim DevOps yang terlatih akan 44 persen lebih produktif dan tim infrastruktur TI akan 34 persen lebih efisien dibandingkan tim tanpa training.

Beralih ke tim infrastruktur dan keamanan TI, kursus training Red Hat akan membantu tim IT menggunakan teknologi seperti Ansible dan OpenShift untuk mencapai tingkat automasi dan virtualisasi yang jauh lebih tinggi di lingkungan TI mereka. Pada gilirannya, ini membantu mendorong efisiensi tim infrastruktur dan keamanan TI.  Misalnya, mereka menemukan bahwa melalui training, persentase tim dengan kompetensi OpenShift meningkat lebih dari sepuluh kali lipat dan kompetensi container naik empat kali lebih tinggi.

Training dan sertifikasi Red Hat membangun keterampilan dan budaya yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan dan modernisasi infrastruktur TI. Red Hat menggabungkan antara kursus yang mengutamakan hasil, praktik langsung, dan ujian berbasis kinerja untuk menilai, melatih, dan memvalidasi keterampilan dengan teknologi Red Hat. Kurikulumnya mencakup berbagai topik, mulai dari platform hingga topik pengembangan aplikasi dan automasi. Red Hat juga memiliki opsi pelatihan yang fleksibel untuk membantu para profesional mencapai tujuan mereka mempercepat pengembangan, penyampaian, dan ROI.

Red Hat menyatakan bahwa kehadiran pelatihan  Red Hat relevan dengan situasi saat ini  di mana bisnis di seluruh dunia beralih ke sistem bekerja jarak jauh pada tahun 2020. Perubahan sistem kerja ini membuat tim TI mendapat tekanan, terutama dalam cara mengelola dan, dalam beberapa kasus, membangun kembali jaringan mereka. Selain itu, tim TI  juga harus mampu mempercepat transformasi digital dan penerapan strategi cloud agar bisa memenuhi kebutuhan yang terus berkembang.