Pemerintah Australia akan mengesahkan undang-udang baru News Media Bargaining Code Law yang mewajibkan perusahaan teknologi seperti Google dan Facebook untuk membayar komisi kepada perusahan media, untuk setiap artikel berita yang muncul di cuplikan (snippet) dan tautan Google Search.
Sebelumnya, anggota komite senat Australia telah merekomendasikan supaya RUU segera disahkan.
"Pemerintah berharap semua pihak terus bekerja secara konstruktif untuk mendapatkan persetujuan komersil," kata Bendahara Federal, Josh Frydenberg.
Google menolak undang-undang tersebut dan memberikan dua pilihan, yakni mengubah undang-undang atau Google Search hengkang dari Autralia.
"Setelah melihat undang-undang ini secara rinci serta mempertimbangkan risiko keuangan dan operasional, kami tidak menemukan cara alternatif untuk dapat terus menawarkan layanan kami di Australia," kata Mel Silva (Wakil Presiden Google Australia dan Selandia Baru) kepada Komite Legislasi Ekonomi Senat Australia.
Padahal, Google menguasai 95 persen pencarian Internet di Australia.
Patrick Smith, seorang siswa software-engineer di Australia mencontohkan bagaimana orang-orang Australia bergantung pada Google.
Smith melakukan 400 pencarian di Google Search dalam sehari untuk membantunya belajar, memantau berita terkini dan melihat resep. Bahkan, dia pernah membuat 150 kueri hanya dalam waktu 5 jam.
"Kemungkinan tidak adanya Google Search akan sangat mengerikan. Sangat tercermin dari saya untuk meng-Googling apa pun yang menurut saya ragu," imbuh Smith.
Salah satu alasan mengapa orang-orang bergantung dengan Google adalah hasil pencarian yang ditampilkan dinilai lebih akurat ketimbang kompetitornya. Laporan Business Standart mencontohkan ketika memasukan kata kunci "pantai di Sydney".
Hasil pencarian pertama yang muncul di situs pencari DuckDuckGo dalah iklan hotel di Queensland yang jaraknya ribuan kilometer dari Sydney. Sementara situs pencari Bing malah menampilkan kantor pos Pantai Bondi di Sydney. Hanya Google yang menampilkan Pantai Bondi di hasil teratas.
Pemerintah Australia menilai industri media lokal Australia kehilangan pendapatan iklan karena perusahaan search engine dan jejaring sosial. Di sisi lain, Google berpendapat bahwa sistem mereka mendorong trafik ke situs-situs media.
Google juga menolak model arbitrase penawaran akhir, yang menentukan besaran biaya yang harus dibayarkan ke media. Sementara itu, Facebook juga mengatakan tidak bisa menghentikan orang Australia berbagi berita di platformnya jika undang-undang itu diberlakukan. Facebook juga mengatakan hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebagai informasi, total output ekonomi Australia kurang dari nilai kapitalisasi Alphabet yang mencapai 1,4 triliun dolar AS, atau sekitar Rp 19,5 triliun (kurs Rp 14.000).
Jika Google mundur dari Australia, dampak dari undang-undang News Media Bergaining Code Law akan menjadi contoh yuridiksi bagi negara lain seperti Kanada dan Uni Eropa. Sejauh ini, kedua belah pihak masih berusaha untuk berdialog.
CEO kedua perusahaan, yakni Sundar Pichai dan Mark Zuckerberg konon masih berdiskusi dengan Perdana Menteri Australia Scott Morrison atau menteri terkait melalui sambungan telepon.
Morisson mengatakan pertemuan jarak jauhnya dengan para petinggi perusahaan teknologi berjalan konstruktif dan "harus memberikan dorongan yang besar bagi mereka untuk terlibat dalam proses".
Google tidak memberikan komentar untuk pertemuan tersebut. Tapi sebelumnya, Google menyodorkan alternatif untuk memberikan kompensasi ke perusahaan media melalui produk News Showcase. Melalui produk tersebut, Google akan membayar media-media terpilih untuk mengkurasi konten.