Find Us On Social Media :

Digitalisasi Industri dan Pemanfaatan Energi Listrik Ramah Lingkungan Atasi Dampak Perubahan Iklim

By Rafki Fachrizal, Kamis, 22 April 2021 | 14:15 WIB

Ilustrasi Digitalisasi Industri

Schneider Electric mengungkapkan bahwa digitalisasi industri dan pemanfaatan energi listrik ramah lingkungan akan membangun industri masa depan yang lebih berkelanjutan dan berkontribusi dalam mengurangi dampak terhadap perubahan iklim.

Dibutuhkan komitmen dan kolaborasi antara pemangku kebijakan, pelaku industri, peneliti, dan akademisi untuk mengembangkan energi rendah karbon dari sumber energi terbarukan, melakukan percepatan digitalisasi industri untuk meningkatkan produktivitas dan pengelolaan energi yang lebih efisien, dan mengembangkan model bisnis berbasis ekonomi sirkular.

Berdasarkan data Climate Watch, sektor energi merupakan kontributor terbesar emisi gas rumah kaca. Emisi gas rumah kaca dari sektor energi ini disokong oleh kegiatan industri, rumah tangga, dan transportasi.

Aktivitas industri secara global menyumbang sekitar 22 persen dari total emisi. Di Indonesia, sektor industri menjadi tiga besar penyumbang terhadap emisi gas rumah kaca, di mana terdapat tiga sumber emisi yaitu penggunaan energi sekitar 40 persen dan sisanya berasal dari teknologi proses dan limbah yang dihasilkan industri.

Berdasarkan jurnal yang dikeluarkan oleh para peneliti dunia memperlihatkan terjadinya penurunan emisi karbon pada tahun lalu akibat dari banyaknya penghentian aktivitas di masa pandemi. Namun hal ini bukan lah sebuah solusi yang berkelanjutan.

“Digitalisasi dapat membantu perusahaan membuat target yang dapat dicapai untuk masa depan yang lebih berkelanjutan dan mempercepat transisi ke ekonomi rendah karbon. Secara global, Schneider Electric memperkirakan bahwa 50% dari emisi karbon global dapat dihilangkan pada tahun 2040 jika langkah-langkah penghematan energi melalui digitalisasi diterapkan setidaknya setengah dari total bangunan yang ada, bersama-sama dengan inisiatif elektrifikasi dan dekarbonisasi,” ungkap Roberto Rossi, Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste.

Lebih lanjut Roberto mengatakan “Teknologi kedua adalah listrik ramah lingkungan. Listrik adalah satu satunya cara untuk mendekarbonisasi energi. Dengan berkembangnya penggunaan kendaraan listrik, pembangunan microgrid dan panel surya, kita harus bersiap untuk menyambut dunia yang jauh lebih banyak listrik, dan ke depan akan semakin fokus pada energi listrik yang dapat diperbarui. Konsumsi energi listrik dalam 20 tahun ke depan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat; dan produksi listrik dari sumber energi terbarukan akan meningkat hingga 40 persen dari hanya sekitar 6 persen saat ini.”

Pemerintah Indonesia telah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen hingga 41 persen pada 2030.

Sejalan dengan target penurunan emisi gas rumah kaca, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menargetkan penggunaan energi terbarukan mencapai 23 persen dari total penggunaan energi pada 2030 dan 31 persen pada 2050.

Hal ini membutuhkan partisipasi aktif dari sektor industri sebagai sektor dengan kebutuhan energi terbesar, dan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar.

Baca Juga: Kolaborasi Swasta dan Publik, Upaya Cetak Ilmuwan Data di Asia

Di Schneider Electric, digitalisasi, dekarbonisasi, desentralisasi, dan elektrifikasi adalah pilar dari strategi inovasi perusahaan untuk keberlanjutan.

Selama lebih dari lima belas tahun, Schneider secara konsisten menjadi pelopor dalam mengatasi perubahan iklim dan terlibat aktif dalam inisiatif global seperti Sustainable Development Goals (SGDs).

Pada Climate Week NYC 2020 lalu, Schneider Electric secara global telah mencanangkan percepatan komitmen untuk netralitas karbon pada tahun 2040 tidak hanya dalam kegiatan operasional namun juga dalam pengembangan produk dan solusi yang netral karbon.

Komitmen Schneider Electric terhadap netralitas karbon juga dibuktikan dengan bermitra dengan Solar Impulse Foundation selama empat tahun sejak 2019 untuk mendukung misi LSM tersebut dalam mencari 1000 solusi yang bersih, efisien, serta mempercepat transisi energi yang dapat berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan dan adil pada 2030 mendatang. Setidaknya delapan solusi milik Schneider Eelctric masuk dalam 1000 solusi terpilih.

Baru-baru ini, Schneider Electric merilis white paper berjudul "The Decarbonization Challenge, Part 1: Closing the Ambition to Action Gap" dan "The Decarbonization Challenge, Part 2: Getting it Done".

White paper itu membahas dan membagikan wawasan bagaimana perusahaan dapat mengubah ambisi menjadi sebuah aksi nyata dalam mitigasi perubahan iklim, langkah-langkah yang dapat dilakukan mulai dari perencanaan, implementasi hingga monitoring dan evaluasi.

Dalam white paper tersebut dijabarkan perjalanan aksi iklim dalam tiga (3) hal mendasar, serta peta jalan (roadmap) bagi perusahaan untuk mengimplementasikan aksi iklimnya.

“Schneider Electric siap menjadi mitra bagi pelaku industri dalam membangun industri masa depan yang lebih produktif, efisien dan berkelanjutan melalui solusi digital dan otomasi pengelolaan energi yang netral karbon. Kita tidak bisa lagi menunggu karena semua yang dibangun hari ini akan ada di sini selama bertahun-tahun yang akan datang. Jika kita ingin mengatasi perubahan iklim, kita harus menerapkan semua perubahan itu sekarang,” pungkas Roberto.

Baca Juga: Hampir 600 Ribu Serangan RDP Per Hari Sasar Pekerja Jarak Jauh Asia Tenggara