Pandemi Covid-19 menyisakan problem baru terhadap lingkungan. Penggunaan masker medis dan belanja kebutuhan penunjang kegiatan work from home (WFH) seperti makanan dan minuman cepat saji, serta belanja online yang utamanya banyak menggunakan kemasan plastik semakin meningkat. Hal ini menimbulkan permasalahan baru bagi lingkungan dikarenakan terjadinya peningkatan volume pada jumlah sampah medis dan rumah tangga.
Melalui kegiatan Corporate Social Responsilibilty (CSR) Pilar Cinta Bumi, Lintasarta menggandeng Yayasan WWF Indonesia menunjukan aksi nyata peduli lingkungan. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara nasional terdapat 18.000 ton jumlah limbah B3 Covid-19 pada Juli 2021, dan untuk di DKI Jakarta sendiri, ada kenaikan sampah limbah medis sebesar 45,9% (untuk periode Maret – Juli 2021). Sementara sampah rumah tangga lainnya turut mengalami kenaikan seiring peningkatan belanja kebutuhan rumah tangga secara daring, padahal sampah plastik yang dihasilkan membutuhkan waktu terurai puluhan bahkan ratusan tahun.
“Dampak limbah dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, kerusakan ekosistem, dan peningkatan timbunan limbah medis yang terbengkalai,” kata Agus Haryanto, Ciliwung and Freshwater Project Leader Yayasan WWF Indonesia.
Melihat permasalahan baru terhadap lingkungan tersebut, Lintasarta menyadari bahwa dengan mengajak seluruh karyawan lebih peduli akan kondisi lingkungan saat ini, dapat turut serta dalam menekan angka peningkatan limbah tersebut. Bersama Yayasan WWF Indonesia, Lintasarta menyelenggarakan Diskusi Konservasi Alam Sekitar Kita (Disko Asik) bertemakan “Merdeka Dari Sampah Plastik”.
“Management berharap dapat memberikan awareness bagi karyawan Lintasarta bagaimana mengelola sampah dengan baik selama pandemi. Kami menyadari hal ini menjadi penting, karena kualitas lingkungan akan mempengaruhi kualitas hidup manusia secara langsung,” kata Direktur Utama Lintasarta Arya Damar, di Jakarta.
Arya menuturkan, peningkatan jumlah sampah tentunya akan menimbulkan permasalahan baru lainnya yaitu menyangkut kesehatan. Sementara itu, di masa pandemi ini kesehatan menjadi hal utama agar imunitas tubuh tetap terjaga dengan baik.
“Jika sampah medis atau sampah rumah tangga tidak dikelola dengan baik, terutama sampah medis hal ini bisa menyebabkan resiko peningkatan penularan infeksi Covid-19 baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat. Penangangan setiap limbah berbeda-beda, perlu dilakukan pemilahan agar dapat terurai dengan baik dan tidak menjadi timbunan,” tuturnya.
Dalam kegiatan Disko Asik tersebut Yayasan WWF Indonesia berbagi informasi kepada seluruh karyawan Lintasarta untuk memilah limbah medis (dalam hal ini limbah masker) dan limbah rumah tangga mulai dari pengumpulan, pemilahan, dan pengemasan limbah di rumah masing-masing. Dimana untuk limbah masker, setelah dipilah kemudian dikemas dalam wadah tertutup dan diberi tulisan infeksius agar dapat diangkut atau diserahkan untuk dimusnahkan pada fasilitas pengelolaan limbah B3.
Sementara untuk mengurangi limbah rumah tangga, karyawan Lintasarta diajak serta untuk mulai memilah kebutuhan dengan baik melalui program “Beli Yang Baik”. Hal ini bisa dimulai dengan membeli barang sesuai dengan kebutuhan, tahan lama, yang mudah terurai dan mengurangi produk kemasan sekali pakai, serta memprioritaskan produk berekolabel yang menjamin produksi dari sumber yang lestari dan berkelanjutan.
“Kita coba memahami bagaimana kapasitas bumi, peduli terhadap dampak lingkungannya, dan jadilah konsumen yang aktif dan meminta produsen menyediakan produk berekolabel. Selama pandemi kita bisa belajar menghindari belanja impulsif, mengurangi produksi sampah, bersama anggota keluarga bisa membuat sistem pemilahan sampah sederhana dan membangun kebiasaan memilah sampah dan mendaur ulangnya menjadi barang layak guna lainnya atau belajar membuat kompos dari sampah organik,” tutur Margareth Meutia, Communication, Campaign and PR Team Yayasan WWF Indonesia.
Tak hanya melalui diskusi tentang pengelolaan sampah, Lintasarta juga mengajak karyawannya untuk terlibat dalam upaya penghijauan di lahan kritis di Hulu Sungai Ciliwung dengan mengadopsi pohon secara virtual melalui MyBabyTree. Sebanyak 100 karyawan mendapatkan apresiasi dengan menjadi adopter dan mendapatkan sertifikat pohon atas nama karyawan berisi koordinat pohon yang dapat dipantau melalui website wwf.id/mybabytree.
Lebih lanjut Arya menuturkan, program adopsi MyBabyTree ini dikemas dengan menarik karena turut memasukkan unsur teknologi di dalamnya. Dimana, penanaman pohon dilakukan oleh tim Yayasan WWF Indonesia, dan perkembangan dari program ini secara virtual dapat dilihat melalui internet oleh para adopter.
Secara keseluruhan, melalui kolaborasi ini, Lintasarta juga turut memberikan dukungan bagi program konservasi yang dilakukan bersama masyarakat setempat di beberapa bagian sepanjang Sungai Ciliwung. Yayasan WWF Indonesia menyebutkan, keberadaan Sungai Ciliwung saat ini terancam salah satunya oleh aktivitas manusia berupa pencemaran limbah dan pembuangan sampah, karena fasilitas dan sosialisasi mengenai pengelolaan sampah masih minim.
“Dengan kegiatan ini, kami berharap dapat turut serta mendukung upaya konservasi di Daerah Tangkapan Air Sungai Ciliwung, disamping menjaga kelestarian lingkungan. Kedepannya Lintasarta berharap dapat berkolaborasi dengan WWF dalam melakukan penghijauan di daerah kritis lainnya di Indonesia yang bisa dilakukan secara berkesinambungan,” tutup Arya.