Situs penyedia uji kecepatan koneksi Internet Ookla, Speedtest melaporkan kecepatan Internet 5G Indonesia tidak bisa mengalahkan kecepatan Internet 5G di Vietnam dan Korea Selatan Indonesia belum mengadopsi spektrum C-band.
"Tanpa adanya C-band yang saat ini dimanfaatkan secara komersial atau siap dilelang, warga Indonesia mungkin belum akan menikmati kecepatan 5G yang sangat cepat seperti mitra dagangnya, yaitu Vietnam dan Korea Selatan," kata Speedtest dalam laporannya, dikutip pada Selasa (7/9/2021).
C-band atau pita frekuensi C adalah satuan spektrum frekuensi yang memiliki besaran 3.7GHz hingga 4.2GHz untuk downlink dan 5.925-6.425GHz untuk uplink. Speedtest beralasan spektrum C-band di Indonesia saat ini diduduki oleh operator satelit. Ini berpengaruh penting dalam menghubungkan kota dan desa terjauh yang tidak dilayani oleh jaringan telekomunikasi darat.
Indonesia memiliki median kecepatan unduh (download) seluler terendah dengan 14,78 Mbps selama kuartal I dan II (Q1 dan Q2) atau semester pertama 2021 dan menjadikannya sebagai negara dengan kecepatan internet nomor dua terbawah di ASEAN.
Sedangkan Korea Selatan mempunyai median kecepatan unduh seluler dengan 84,12 Mbps. Speedtest tidak menyebut angka pasti untuk kecepatan internet seluler Vietnam, namun mereka berada di peringkat tiga di wilayah ASEAN di bawah Singapura (57,42 Mbps) dan Brunei Darussalam (47,02 Mbps).
Meski begitu, Speedtest mencatat bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong kecepatan internet 5G di Indonesia.
Adapun tiga langkah Kominfo yang disorot Speedtest yakni:
1. Memperbarui spektrum di band 2,3 GHz, band penting yang membantu meningkatkan kapasitas 4G saat ini dan pada saatnya akan mendukung layanan 5G — dengan Telkomsel dan Smartfren secara sukses memperoleh blok dalam lelang pada April 2021.
2. Melanjutkan rencana perlengkapan analog switch-off di Indonesia, terlepas dari ketertundaan terkait COVID-19 yang akan mengosongkan spektrum di band 700 MHz, yang akan penting dalam mendorong cakupan seluler yang lebih baik.
3. Diperkenalkannya Omnibus Law, yang mewajibkan pembagian infrastruktur jaringan pasif untuk membantu penyediaan jaringan baru dengan juga mengizinkan perdagangan dan pembagian spektrum antara operator jaringan.
Speedtest menilai hal positif dari lambatnya peluncuran internet 5G di Indonesia adalah manfaat biaya peralatan 5G yang bisa menjadi lebih murah ke depannya. Permintaan layanan 5G juga disebut bakal meningkat seiring dengan banyaknya perangkat 5G yang juga jadi lebih murah.
"Seiring pemerintah dan operator seluler terus mendorong perluasan akses 4G LTE ke area-area desa dan terpencil, Indonesia akan memanen manfaat dari teknologi dengan biaya yang lebih rendah dan juga dapat mempersiapkan untuk penyebaran upgrade 5G di masa mendatang," tulis Speedtest.